Oleh: Wikaning Tri dadari
Dalam Undang-undang No 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa salah satu fungsi Aparatur Sipil Negara adalah sebagai pelayan publik. Hal ini juga tentu telah kita dengar di berbagai forum dan kesempatan. Lalu sejatinya apa itu pelayan publik? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayan diartikan sebagai orang yang melayani; pembantu; pesuruh. Dalam konteks ini, pihak yang dilayani adalah publik atau masyarakat. Masyarakatlah yang menjadi “majikan” para ASN dan memberi gaji melalui pajak. Dari pengertian di atas, maka jelaslah bahwa para Aparatur Sipil Negara selayaknya memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional kepada masyarakat.
Pertanyaan yang selanjutnya muncul yakni, “bagaimana pelayanan berkualitas dan profesional itu diberikan?”
Pelayanan Prima
Pada prinsipnya, kualitas dan profesionalisme layanan dapat diaktualisasikan melalui konsistensi dan responsivitas terhadap kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Ini bukanlah hal mewah, sebaliknya prinsip ini justru sangat sederhana. Para ASN hanya perlu memastikan dirinya memberikan pelayanan yang sesuai atau bahkan melebihi harapan masyarakat. Jika hal ini konsisten dilakukan maka akan terwujud sebuah pelayanan prima (excellent service) yang selanjutnya akan sampai pada terbentuknya Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance).
Pelayanan prima penting diterapkan pemerintah melalui ASN mengingat tugas dasar instansi pemerintah adalah memberi pelayanan bagi masyarakat sekaligus memastikan bahwa layanan tersebut dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pelayanan prima bukan hanya memungkinkan penyediaan layanan yang transparan dan akuntabel melainkan juga efektif dan inklusif. Pemerintah tidak memiliki pilihan selain saling berkolaborasi menciptakan fitur layanan tanpa jarak bagi pengguna jasa. Tuntutan untuk memberikan pelayanan prima akan mendorong kolaborasi yang lebih kuat antar instansi pemerintah. Pelayanan prima cukup representatif untuk mewakili wajah pemerintah yang sepenuhnya berdiri atas kebutuhan masyarakat. Melalui pelayanan yang prima diharapkan para pengguna jasa dapat termotivasi untuk bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Kerja sama yang dimaksud dalam hal ini dapat dituangkan melalui kritik, saran, maupun keluhan oleh pengguna jasa.
Salah satu nilai yang diterapkan pada pelayanan prima adalah self-awareness yaitu kepedulian dan kesadaran diri dalam memahami posisi sebagai pelayan publik yang berjiwa melayani. Kepedulian ini yang selanjutnya akan membentuk responsivitas aparatur dalam menangani keluhan pengguna jasa. Timbulnya keluhan menunjukkan adanya hal-hal yang tidak efektif dalam organisasi kita sehingga perlu dilakukan perbaikan maupun optimalisasi.
Selama tahun 2021 BDK Surabaya telah menerima setidaknya lima keluhan terkait layanan sertifikat pelatihan. Beberapa peserta pelatihan selaku pengguna layanan BDK Surabaya merasa bahwa mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan sertifikat pasca pelatihan. Padahal sertifikat tersebut penting keberadaannya bagi yang bersangkutan. Hal yang selanjutnya perlu disadari oleh setiap Aparatur Sipil Negara khususnya adalah bahwa pengguna layanan memiliki persepsi sendiri atas kualitas layanan yang kita berikan. Maka sudah selayaknya respon pengguna layanan tersebut menjadi bahan introspeksi sehingga dapat dilakukan peningkatan kualitas layanan di masa depan.
Optimalisasi Layanan Melalui e-certificate
Sebab-sebab yang kemudian terindentifikasi sebagai akar masalah dari timbulnya keluhan tersebut salah satunya adalah: BDK Surabaya selama ini hanya menerbitkan sertifikat fisik. Proses pencetakan hingga pendistribusian sertifikat fisik nyatanya membutuhkan rantai yang cukup panjang sehingga dapat dikatakan bahwa layanan ini belum efisien. Selain terhambatnya pendistribusian, sertifikat fisik rentan mengalami kerusakan, sobek, basah, maupun kotor. Maka dibutuhkan perbaikan layanan yang mengutamakan kualitas, hemat waktu, dan tepat sasaran.
Pandemi COVID-19 yang lebih dari dua tahun telah melanda negeri ini dapat menjadi momentum bagi birokrasi untuk lebih adaptif, mempercepat transformasi digital dan lebih terampil memanfaatkan teknologi dengan mengedepankan kreativitas dan inovasi. Melalui transformasi digital ini, berbagai layanan yang sebelumnya berbasis pada kertas, kini secara progresif diubah menjadi layanan berbasis elektronik yang minim akan cetakan kertas (paperless). Sertifikat elektronik merupakan salah satu bagian dari transformasi digital tersebut yang sekaligus menjadi jawaban atas keluhan pengguna layanan.
Pemanfaatan layanan e-certificate di BDK Surabaya diharapkan dapat memangkas rantai proses menjadi lebih pendek. Jika sebelumnya sertifikat harus dicetak kemudian dikelompokkan berdasarkan Kabupaten/Kota untuk selanjutnya dikirim ke masing-masing daerah sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang besar, layanan e-certificate memungkinkan peserta untuk secepatnya mendapatkan sertifikat dengan akses unduh di laman pembelajaran BDK Surabaya. Dengan koneksi internet, peserta pelatihan selaku pengguna layanan BDK Surabaya dapat mengakses layanan ini dimanapun ia berada.
Pemanfaatan e-certificate juga merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap implementasi e-government yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 2008. Dalam penerapannya di BDK Surabaya, e-certifcate menjadi layanan yang pro aktif karena dilakukan dengan memperhatikan kondisi riil serta berorientasi pada konsumen (customer oriented). Pemanfaatan sertifikat elektronik secara nyata dapat menghemat tenaga, waktu, dan biaya sehingga “modal” tersebut dapat dialihkan untuk kebutuhan lain yang lebih krusial.
Habituasi dan Aktualisasi Layanan
Tingkat keberhasilan gagasan secara kasat mata dapat diukur melalui respon pengguna layanan. Sebagai sampel, penerapan layanan e-certificate terlebih dahulu dilakukan pada Pelatihan Jarak Jauh karena para peserta pelatihan ini dianggap lebih mumpuni akan teknologi. Layanan e-certificate mendapat sentimen positif melalui komentar dan antusiasme alumni Pelatihan Jarak Jauh. Mereka mengatakan bahwa layanan e-certificate mudah dan bagus tapi tetap membutuhkan panduan dan sosialisasi untuk membantu proses pengunduhan karena beberapa alumni merasa dirinya gaptek (red: gagap teknologi) atau kurang menguasai teknologi. Beberapa analisis kepuasan untuk layanan e-certificate di BDK Surabaya telah dilakukan, salah satunya melalui metode wordcloud (awan kata). Kata-kata yang sering muncul dalam awan kata adalah “segera”, “langsung”, dan “efisien”. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan efisiensi dan kepuasan yang dirasakan oleh pengguna layanan.
Dalam kurun waktu observasi selama satu bulan sejak September 2021, layanan e-certificate secara nyata memberi dampak positif khususnya terhadap waktu tunggu peserta untuk mendapat sertifikat. Pemanfaatan e-certificate dapat menghemat waktu tunggu peserta setidaknya 4 hari. Sebelum ada layanan e-certificate, rata-rata peserta harus menunggu sekitar 32 hari sejak selesai pelatihan hingga sertifikat diantar ke Kantor Kementerian Agama masing-masing. Setelah layanan e-certificate pertama kali diluncurkan, alumni Pelatihan Jarak Jauh hanya perlu menunggu sekitar 28 hari sejak selesai pelatihan hingga mereka mendapatkan sertifikatnya.
Hal yang selanjutnya perlu diperhatikan dalam implementasi dan aktualisasi layanan e-certificate adalah kualitas dan keamanan data dari sertifikat itu sendiri. Keamanan berlapis perlu dilakukan untuk menjaga dan menjamin keamanan data sertifikat elektronik. Penerapan ISO: 27001 2013 tentang sistem manajemen keamanan informasi mungkin perlu dilakukan untuk memastikan segala proses terselenggara sesuai analisis resiko dan mitigasi berdasarkan international best practice. Bagaimanapun, pengawasan dari instansi pusat khususnya yang bertanggung jawab terhadap penerbitan sertifikat elektronik perlu dilakukan.
Referensi:
Undang-undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
https://mediaindonesia.com/humaniora/380633/menjadi-pns-berarti-masukdalam-barisan-pelayanan-publik
https://bssn.go.id/sertifikat-elektronik/
https://proxsisgroup.com/urgensi-iso-iec-27001-2013/