Oleh: Aziz Fuadi
Pernahkan Anda melihat rekan kerja Anda selalu menunjukkan perilaku antagonis dari kebanyakan dan perilaku yang ditampilkan orang pada umumnya? Ataukah Anda pernah menjumpai sikap seorang pegawai di lingkungan kerja Anda yang selalu berbeda dari norma yang berlaku di lingkungan kerja? Itulah perilaku yang dikenal dengan istilah anticonformity atau counterconformity. Anticonformity biasanya terjadi dalam sebuah kelompok yang ditunjukkan dari perilaku anggota kelompok yang kadang-kadang berlawanan dengan pendapat dan norma umum yang berlaku pada kelompok tersebut.
Anticonformity biasanya ditunjukkan dengan motivasi individu untuk tidak setuju, berlawanan atau menentang pendapat umum dari kelompok. Menurut Nail (2010) anticonformity sebenarnya muncul dari adanya tekanan sosial yang dirasakan seseorang ketika berada dalam kelompok. Ada semacam kebebasan yang hilang ketika ia berada dalam kelomok, karena di dalam kelompok tentunya ada norma-norma yang harus dipatuhi. Menurut Jack Brehn, anticonformity adalah salah satu bentuk dari rekatansi psikologis (psychological reactance), yaitu sebuah reaksi dari individu atas terhambatnya atau hilangnya kebebasan individu sehingga individu tadi berusaha untuk mendapatkan kembali kebebasan yang tereliminasi.
Motif Anticonformity
Terdapat beberapa motif yang mendorong individu melakukan anticonformity, baik yang bersifat positif atau negatif; yaitu:
Menginginkan perubahan dan inovasi. Perilaku individu yang berbeda dari norma umum yang berlaku pada kelompok bisa jadi adalah sebuah rekasi dari individu yang mengnginkan perubahan pada kelompok. Keinginan tersebut muncul karena adanya kesadran diri, keprihatian atau kepedulian dari individu tersebut akan norma negatif pada kelompok atau norma yang berlaku pada kelompok tersebut berlawanan dengan nilai-nilai universal. Ketika individu tersebut mengikuti norma-norma yang berlaku pada kelompok, timbul semacam keresahan karena timbul pertentangan dengan hati nurani pada diri individu tersebut. Di samping itu, adanya semangat inovasi dari individu juga menyebabkan ia menampilkan perilaku anticonformity. Keinginan untuk berinovasi menyebabkan ia berbeda dari perilaku yang umum berlaku. Inovasi tersebut bisa berupa perubahan standar kerja,cara kerja atau hal-hal baru lain yang tidak dipikirkan kelomopk.
Keunikan pribadi dari Individu. Anticonformity bisa terjadi karena adanya keunikan pribadi dari individu. Seorang anggota kelompok bisa jadi akan selalu menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma umum, di manapun ia berada dan siapapun anggota kelompok yang lain. Keunikan tersebut muncul seringkali akibat belum terpenuhinya pemuasan kebutuhan akan penghargaan dari orang lain atau menjadi bentuk-bentuk aktualisasi diri baginya. Perilaku berbeda yang ditampilkan oleh individu tersebut meskipun dalam pandangan umum dianggap sebagai perilaku yang aneh, namun baginya akan dianggap sebagai suatu kebanggaan yang membedakan dirinya dengan orang lain. Dengan menampilkan perilaku tersebut, akan muncul kepuasan pada dirinya. Bisa jadi ia beranggapan bahwa ia adalah sebagai pusat kebenaran sehingga orang lain dianggap salah. Anggapan tersebut semakin menguat ketika ternyata tidak ada anggota lain yang membantah dan menyangkal perilakunya atau tidak adanya orang yang menasihatinya. Apalagi jika perilakunya tidak mendapatkan teguran dari atasan atau orang yang dalam struktur wewenang berada di atasnya. Bahkan sangat dimungkinkan ia mengambil peran karena adanya kekosongan peran dari atasannya. Anticonformity juga bisa terjadi karena dorongan pemuasan kebutuhan aktualisasi diri. Dengan perilaku berbeda dari orang lain baik berupa ungkapan ketidaksetujuan atau protes menjadi satu cara untuk mengekspresikan aktualisasi diri baginya. Apalagi perilaku tersebut diikuti oleh orang lain atau ada dukungan dari orang lain.. Adanya kewenangan sedikit yang ia miliki akan dimanfaatkan secara ekstra sehingga orang lain denga tujuan agar orang lain beranggapan bahwa ia mempunyai kewenangan dan kekuasaan. Apalagi dalam dirinya tidak ada sesuatu yang bisa diandalkan kecuali perilaku anticonformity tersebut.
Menghindari keputusan kelompok yang tak benar. Kelompok dengan tingkat loyalitas sangat tinggi akan cenderung membenarkan segala tindakan dan keputusan kelompok serta alergi terhadap segala macam kritik. Bahkan ketika keputusan kelompok bertentangan dengan kebenaran umum yang berlaku, hal tersebut tidak dirasakan kelompok sebagai sesuatu yang salah. Perilaku anticonformity dari anggota kelompok biasanya dilakukan karena ia menyadari ada sesuatu yang salah dalam keputusan kelompok. Harapannya dengan perilaku tersebut kelompok mau mngevaluasi keputusannya sehingga diperoleh keputusan yang berdasar pada nilai-nilai kebenaran.
Menghindari pencitraan dan sikap asal bapak senang (ABS). Tidak setiap individu suka dengan pencitraan dan ABS. Ketika berada dalam kelompok, ia cenderung suka dan setuju dengan kelompok yang mengedepankan etika dan nilai-nilai universal. Sayangnya, kondisi tersebut tidak selalu terjadi di tempat kerja. Pada organisasi dengan budaya yang kurang baik, pencitraan dan perilaku ABS menjadi hal yang biasa. Bahkan budaya tersebut diterapkan dan dipergunakan sebagai cara untuk meraih posisi tertentu.Berbagai reaksi akan muncul saat individu berada dalam kelompok yang terbiasa dengan perilaku pencitraan dan ABS. Bagi yang menganggap bahwa pencitraan dan ABS adalah bagian dari hidup mereka dan sudah terinternalisasi menjadi sikap dan perilaku, ia akan merasa nyaman berada dalam kelompok. Namun, penolakan atau ketidaksetujuan terhadap norma kelompok akan ditampilkan individu jika ia tidak terbiasa dengan pencitraan dan sikap ABS. Ia akan menghindari perilaku tersebut melalui tampilan perilaku anticonformity terhadap kelompok.
Menghindari pandangan negatif atas kompetensi yang ia miliki. Anticonformity biasanya juga dilakukan individu jika ia menyadari bahwa kompetensi yang ia miliki tidak sesuai dengan harapan kelompok. Ketidakmampuannya akan dituutpi dengan cara menghindari kelompok dan tidak setuju dengan keputusan kelompok. Jika ia bersifat akomodatif dalam kelompok, anggota kelompok akan mengetahui jika ia kurang berkompeten atau skillnya tidak memenuhi harapan mereka.
Dampak Positif
Pengaruh positif akan muncul dari sikap anticonformity. Perubahan dalam kelompok, apakah itu berupa nilai-nilai, norma atau prosedur kerja akan terjadi berawal dari sikap anticonformity dari anggota. Ketidaksetujuan anggota atau kritikan yang bersifat konstruktif dari anggota akan menyadarkan anggota kelompok tentang sesuatu yang ideal agar kelompok mampu berkinerja dengan baik. Nilai-nilai atau norma kelompok yang selama diyakini sebagai sebuah kebenaran, misalnya bisa jadi mendapatkan telaah kembali dari kelompok sehingga dirumuskan nilai-nilai dan norma baru yang mendukung kinerja kelompok. Munculnya inovasi dari anggota kelompok dengan tujuan agar kelompok berkinerja tinggi, sangat dimungkinkan diawali dari perilaku anticonformity. Kiritik konstruktif akan mendorong timbulnya inovasi dalam kelompok.
Perilaku anticonformity juga berfungsi sebagai pengendali dari keputusan kelompok yang salah. Hal tersebut biasanya terjadi pada kelompok dengan tingkat kesetiaan anggota yang tinggi. Mereka telah bekerja sama sesama anggota kelompok dalam waktu yang relatif lama sehingga terjalin kesetiaan yang tinggi. Keputusan yang dibuat oleh kelompok dianggap anggota kelompok sebagai keputusan yang selalu benar, sehingga terbentuk kelompok dengan model groupthink di mana sesuatu yang terjadi pada kelompok adalah menjadi pikiran kelompok yang tak terbantahkan. Pada kelompok, entah itu berbentuk bagian, seksi atau kelompok kerja, munculnya perilaku anticonformity bermanfaat untuk mengoreksi keputusan kelompok yang kemungkinan salah. Terkadang kesalahan dalam keputusan kelompok tak terlihat ketika kelompok telah berubah menjadi groupthink. Orang-orang dalam kelompok telah meyakini bahwa keputusan yang diambil kelompok selalu benar karena mereka memandang kelompok dari sisinya, bukan dari sisi orang di luar kelompok.
Dampak Negatif
Perilaku anticonformity bisa menimbulkan masalah baru dalam kelompok. Dampak paling ringan adalah terjadinya ketegangan hubungan sosial dalam kelompok. Pada awal perilaku anticonformity ditunjukkan anggota, ada semacam penolakan atau sikap tidak setuju dari anggota lain. Penolakan tersebut akan terus berlanjut, berbanding lurus dengan intensitas perilaku anticoformity. Penolakan tersebut didasarkan pada alasan bahwa anticonformity yang ditunjukkan salah seorang anggota dipandang tidak umum, aneh dan melawan norma kelompok. Ketika perilaku anticonformity secara kontinyu ditunjukkan dalam setiap hubungan sosial dalam kelompok, hal itu bisa menyulut konflik interpersonal dalam kelompok, dari tingkat yang rendah sampai pada konflik dengan level yang tinggi yang mengarah pada pertikaian.
Tingkat kenyamanan anggota kelompok menjadi berkurang, konsentrasi anggota terpecah dan timbul masalah baru yaitu bagaimana menyelesaikan konflik yang ada. Ketika anticonformity bersifat positif, artinya dengan perilaku tersebut bisa menyadarkan anggota kelompok tentang sesuatu yang baru, msalnya norma baru yang dipandang efektif dan selaras dengan norma-norma universal, maka konflik dalam kelompok bisa relatif bisa segera teratasi. Namun jika perilaku anticonformity bernuansa negatif dan cenderung destruktif, konflik dalam kelompok dimungkinkan akan berkepanjangan jika belum adanya penyelesaian dan keputusan dari pemimpin tentang hukuman yang akan diberikan kepada anggota yang berperilaku anticonformity. Apalagi jika anggota tersebut sudah menganggapnya sebagai sebuah kebenaran sedangkan pemimpin belum menjatuhkan hukuman atau mencegah perilaku yang dipandang berbeda tersebut. Pada tahap berikutnya, perilaku anticonformity bisa menganggu kinerja anggota kelompok yang akhirnya berdampak pada menurunnya kinerja kelompok.
Penanganan Anticonformity
Perlu terapi khusus bagi perilaku anticonformity yang bernuansa negatif. Komunikasi dan dialog empat mata antara anggota dengan supervisor, manajer lini atau pemimpin kelompok dipandang efektif, sebagai langkah awal untuk mencari penyebab perilaku anticonformity tersebut. Selanjutnya secara kontinyu komunikasi dilanjut sampai pada tahap kesepakatan untuk mengakhiri perilaku anticonformity tersebut dengan konsekuensi khusus jika anggota masih berperilaku anticonformity, misalnya adanya hukuman tertentu yang diberlakukan.
Konseling terhadap anggota yang terpapar anticonformity bisa dilakukan jika ternyata perilaku anehnya disebabkan faktor yang bersifat indvidual atau faktor psikologis yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.