Oleh: Aziz Fuadi
Kerja tim dipercaya mampu mendongkrak kinerja organisasi karena adanya sinergitas di dalamnya. Beberapa pekerjaan yang tidak bisa ditangani secara individual akan mampu ditangani secara tim. Namun tidak semua pekerjaan akan ideal jika ditangani secara tim. Ada pekerjaan tertentu yang membutuhkan sentuhan individual sehingga jika dikerjakan secara tim hasilnya tak akan optimal.
Terdapat beberapa persepsi individu tentang kerja tim yang mempengaruhi pandangan mereka tentang tim sehingga melahirkan beberapa mitos tentang kerja tim. Berikut ini penulis paparkan delapan mitos tentang kerja tim.
Mitos Pertama
Kerja tim memerlukan anggota yang homogen agar memudahkan koordinasi. Ternyata mitos tersebut terpatahkan dengan adanya studi yang menjelaskan bahwa anggota tim yang beragam justeru berpengaruh terhadap kinerja. Studi yang dilakukan oleh Kochan, et,al. (2003) membuktikan bahwa anggota tim yang beragam akan berpengaruh secara positif terhadap kinerja organisasi. Plus minus anggota tim yang beragam memang selalu ada. Di satu sisi tim yang beragam akan rawan menimbulkan konflik interpersonal, namun di sisi lain akan mendatangkan kemanfaatan karena keragaman mereka akan berpengaruh terhadap banyaknya ide, gagasan, pemikiran dan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi tim. Semakin beragam anggota tim berarti semakin banyak peluang bagi tim untuk sukses karena banyaknya potensi yang dimiliki anggota. Namun tim dengan anggota yang beragam perlu dimanajemeni dengan baik agar potensi dari anggota mampu mendorong kesuksesan tim.
Mitos Kedua
Semua pekerjaan akan memberikan hasil yang optimal jika ditangani tim. Tidak semua pekerjaan harus ditangani secara tim. Bahkan ketika ditangani secara individual, sebuah pekerjaan akan memberikan hasil yang optimal. Pekerjaan yang berhubungan dengan seni dan membutuhkan kreativitas individu justeru akan memberikan hasil yang ideal jika ditangani secara individual. Sifat kerja tim adalah adanya sinergitas anggota di mana masing-masing anggota akan memberikan kontribusinya sehingga kerja tim bukanlah hasil dari kumpulan kerja individu yang dijadikan satu. Jika sebuah pekerjaan mempunyai sifat sangat khusus dan membutuhkan sentuhan individual, namun dipaksakan dikerjakan secara tim dengan tujuan munculnya efiisiensi, maka hasilnya justeru tidak sesuai dengan harapan.
Mitos Ketiga
Seagian besar orang akan menyukai kerja tim. Kerja tim adalah kerja yang bersifat integratif dan bernuansa sosial karena tiap-tiap anggota akan berkolaborasi dan berkomunikasi dengan anggota lain secara kontinyu. Bagi mereka yang bersifat introvert dan kurang menyukai pekerjaan yang dikerjakan secara bersama-sama, maka akan cenderung menyukai pekerjaan yang bersifat individual di mana satu orang akan dibebani tugas untuk mengerjakan pekerjaan tertentu. Biasanya kinerjanya akan tinggi saat mereka diberikan otonomi untuk menyelesaikan pekerjaan. Dengan model kerja seperti itu, mereka akan mendapatkan penilaian secara individu pula. Pegawai dengan tipe eksistensial yang senang memburu karir untuk mencapai eksistensi diri lebih menyukai peekerjaan yang bersifat individual dibandingkan tim. Hasil dari kerja tim akan dinilai atasan sebagai hasil dari seluruh anggota tim sedangkan kerja individual merupakan prestasi individu yang bersangkutan.
Mitos Keempat
Konflik dalam tim sangat berbahaya. Konflik yang terjadi dalam tim justeru akan meningkatkan kinerja jika levelnya masih rendah. Pada tingkatan tersebut anggota tim terangsang untuk menyampaikan ide-ide kreatifnya atau solusi atas masalah yag dihadapi tim. Penelitian Adomi dan Anie (2006) pada perpustakaan di Universitas Nigeria menunjukkan bahwa sebagaian besar responden yang diteliti merasa bahwa konflik adalah positif dan mayoritas mempunyai pengalaman konflik baik dengan kolega maupun pimpinan terutama konflik hubungan. Namun, jika konflik sudah mengarah pada konflik interpersonal pada tingkatan tinggi yang cenderung bernuansa pertikaian, maka kondisi tersebut tidak sehat dan sangat berbahaya bagi tim. Bisa jadi kekompakan tim menjadi rendah dan yang lebih parah lagi tim bisa bubar. Di sinilah dibutuhkan peran pemimpin tim agar konflik yang ada dikelola menjadi konflik dengan level yang rendah. Tidak adanya kehadiran pemimpin tim dalam konflik yang terjadi dimungkinkan akan berakibat tingginya level konflik. Jika konflik yang terjadi cenderung sudah mengarah pada penyerangan secara pribadi hal tersebut menandakan bahwa konflik sudah berada pada level yang tinggi.
Mitos Kelima
Tim mudah dipengaruhi dan dimanajemeni. Memimpin tim tidaklah semudah memimpin kelompok individu karena dibutuhkan keterampilan yang lebih. Paling tidak diperlukan teknik tersendiri dalam mempengaruhi anggota tim agar mereka sejalan dengan tujuan tim. Anggota yang biasanya begitu beragam dalam hal keterampilan, pikiran dan visinya membutuhkan pemimpin yang mampu mengelola keragaman yang ada agar potensi mereka justeru akan membuat tim berkinerja tinggi. Mereka biasanya merupakan orang-orang terpilih dengan potensi yang melekat padanya. Karenanya, sosok pemimpin cocok adalah pemimpin yang mampu memimpin sekaligus memanajemeninya agar anggota dengan sukarela berkontribusi terhadap kinerja tim.
Mitos Keenam
Tim sebagai sarang bagi mereka yang berkinerja rendah. Sifat kerja tim dan kerja kelompok sangatlah berbeda. Dalam kerja kelompk sangat dimungkinkan terdapat orang yang berkinerja rendah atau kemungkinan terjadi sosial loafing (kemalasan sosial) pada anggotanya, sehingga kelompok akan dijadikan sarang bagi mereka yang berkinerja rendah bahkan tidak berkinerja. Sifat kerja kelompok yang biasanya hanya mengandalkan anggota tertentu berkecenderungan memberikan peluang kepada anggota yang berkinerja rendah. Namun dalam kerja tim, hal tersebut sangat jarang terjadi. Sifat kerja tim yang mengharuskan setiap anggota berkontribusi dan mendukung kesuksesan tim membuat anggotanya terpacu dan berkomitmen terhadap tim. Kecuali dalam proses kerjanya terdapat perubahan sifat dari kerja tim menjadi kerja kelompok. Tim yang pada awalnya dibentuk bisa berubah sifatnya menjadi kerja kelompok jika belum ditetapkan norma, aturan dan komitmen tim. Karenanya dibutuhkan anggota tim yang memahami hakikat kerja tim sehingga mereka berkinerja sebagai tim bukan hanya sebagai kelompok.
Mitos Ketujuh
Hubungan interpersonal tak diprioritaskan, yang terpenting adalah kinerja anggota. Tim yang sehat justeru berawal dari munculnya kohesivitas yang ditunjukkan dengan kualitas interaksi yang baik antar anggota tim. Kerja model tim yang sarat dengan koordinasi antar anggota mengharusklan adanya interaksi di dalamnya. Sifat saling bantu antar anggota tim juga mensyaratkan tumbuhnya hubungan interpersonal yang baik. Kinerja tim tidak hanya ditentukan dari kompetensi tiap-tiap anggota namun juga disebabkan dari apakah anggota yang ada didalamnya mampu berkomunikasi dan menjalin hubungan baik. Aktivitas kerja tim tak lepas dari hubungan antar anggota. Tanpa hal tersebut kinerja tim tidak akan mencapai titik optimal.
Mitos Kedelapan
Kerja tim tidak membutuhkan feedback karena anggota sudah menyadari perannya. Meskipun anggota telah menyadari perannya dalam tim namun umpan balik (feedback) kinerja sangat diperlukan. Hal tersebut berfungsi untuk memperbaiki kinerja tim yang kurang atau memberikan apresiasi atas kinerja tim yang sukses. Kesuksesan tim adalah kesuksesan bersama dan hal tersebut perlu dinyatakan secara terbuka agar para anggotanya semakin termotivasi untuk berkontribusi terhadap keberhasilan tim. Di smaping itu, umpan balik diberikan untuk memberikan penghargaan kepada anggota bahwa peran tiap-tiap anggota sangat penting bagi keberhasilan tim; tidak ada yang paling berperan atau paling berkontribusi terhadap kesuksesan tim.