Oleh: Aziz Fuadi
Budaya dapat diartikan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Jika ditarik dalam konteks organisasi dan menjadi budaya organisasi (organization culture) atau jika di perusahaan dikenal dengan corporate culture maka budaya adalah sebuah sistem nilai yang dianut oleh anggota organisasi dan dipercaya sebagai kekuatan yang menopang keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, budaya yang dianut tiap organisasi akan berbeda dan mempunyai ciri khas tertentu. Keunikan dan ciri khas tersebut bersumber dari perbedaan visi dan misi pendiri, pemimpin dan anggota yang ada di dalamnya.
Idealnya budaya akan dianut oleh sebagian besar anggota organisasi sehingga membuat budaya yang kuat atau budaya dominan di mana terdapat keseragaman dalam bersikap, berperilaku dan berkinerja. Dengan budaya tersebut organisasi akan mudah dikenal masyarakat. Namun dalam prkatiknya, tidak semua organisasi mempunyai budaya yang kuat atau dominan yang bisa memaksa anggotanya untuk secara sukarela mengikuti budaya yang ada. Hal tersebut lebih disebabkan oleh sistem nilai yang tidak dapat diterima secara keseluruhan oleh anggotanya. Ada sebagian anggota yang menganggap bahwa sistem nilai yang ada berseberangan dengan sistem nilai pribadi dan kelompok.
Kondisi tersebut mendorong kemunculan sub budaya, di mana sebagian anggota meyakini kebenaran nilai-nilai pribadi atau kelompok yang menjadi pedomannya dalam bersikap dan berperilaku. Mereka tidak mengikuti sistem nilai yang ada karena dianggap akan mengikis nilai-nilai pribadi dan kelompok. Sistem nilai dalam sub budaya bisa jadi lebih baik atau lebih buruk dari sistem nilai organisasi. Kuatnya sistem nilai sub budaya tersebut sangat ditentukan oleh sikap dan perilaku anggotanya. Anggota yang meyakini secara total kebenaran nilai-nilai dalam sub budaya, biasanya akan menjadi penopang kuatnya sub budaya. Sebaliknya sub budaya akan menjadi lemah ketika anggotanya tidak secara total meyakini kebenarannya sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku.
Pada akhirnya dalam organisasi akan timbul istilah budayaku dan budayamu. Budayaku dan budayamu menunjukkan banyaknya sub budaya dalam organisasi yang dibentuk oleh anggota yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok kecil mempunyai sub budaya yang tidak sama dengan kelompok lain. Di samping berseberangan dengan budaya organisasi, sub budaya mereka bisa jadi saling bertentangan. Maka tak mengherankan jika dalam menyikapi permasalahan yang ada, mereka akan berpedoman pada sub budaya kelompok sehingga sangat dimungkinkan timbulnya konflik antar kelompok. Sesuatu akan dianggap baik dan benar oleh kelompok, namun bisa menjadi salah bagi keompok lainnya.
Ketika yang berkembang dalam organisasi adalah “budayaku dan budayamu”, bukan “budaya kita”, hal itu menunjukkan adanya perbedaan budaya antar anggota, sekat antar kelompok dan mengisyaratkan ketidakselarasan antar anggota organisasi. Aktivitas yang bersifat kelompok akan sering terlihat. Mereka cenderung melakukan aktivitas sesama anggota kelompok dengan landasan sub budaya yang sama. Apalagi aktivitas tersebut terkait dengan sesuatu yang sangat mendasar seperti penilaian tentang benar atau salah, baik dan buruk serta yang seharusnya dilakukan dan dihindari.
Anggota dengan sub budaya yang serupa biasanya akan merasakan kenyamanan dalam bersikap dan berperilaku ketika mereka berada pada kelompoknya dibandingkan jika mereka berada dalam kelompok dengan sub budaya yang berbeda. Bentuk kenyamanan tersebut dapat dilihat dari relatif kecilnya konflik interpersonal apalagi konflik nilai antar anggota. Sikap saling mneguatkan, saling percaya dan munculnya trust antar anggota juga menjadi parameter dari kenyamanan tersebut. Sebaliknya, ketidaknyamanan dalam bersikap dan berperilaku timbul saat anggota berada pada kelompok dengan sub budaya yang berbeda.
Masalah akan muncul jika anggota dengan sub budaya yang berbeda berada dalam satu tim yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu. Sistem nilai yang berbeda antar anggota tim memaksa mereka untuk melakukan penyesuaian nilai agar proses kerja sama berjalan dengan baik. Maka kesadaran akan kesuksesan tim yang akan mampu memuluskan proses penyesuaian terebut. Mereka yang menyadari bahwa kesuksesan tim adalah hal yang utama, proses penyesuaian tersebut relatif tak menimbulkan masalah baru. Namun, bagi mereka yang tidak menyadarinya, proses penyesuaian nilai tak jarang menimbulkan masalah baru, baik dalam hal mekanisme kerja, norma tim maupun proses pengambilan keputusan tim.
Selama budaya organisasi tak mampu mengakomodir sistem nilai yang ada pada anggota menjadi sistem nilai bersama, maka timbulnya sub budaya akan selalu ada. Benturan antar sub budaya akan menjadi pemandangan yang senantiasa hadir, bahkan fanatisme sub budaya dalam kelompok tertentu akan mencuat. Akhirnya terbentuklah ingroup dan outgroup dalam organisasi. Ingroup menunjukkan anggota dalam satu group yang sama dengan sub budaya yang sama; sedangkan outgroup menunjukkan anggota yang tidak masuk dalam satu group karena perbedaan sub budaya tersebut.