Oleh : Abdul Haris
(Widyaiswara BDK Srabaya)
Islam mengajarkan bahwa kebahagiaan hidup, dapat dinikmati dan dirasakan dengan pernikahan. Dua insan merasakan dan menikmati kebahagiaan, melalui ikatan perjanjian suci (sebagai mitsaqan ghalīzhā, QS An-Nisa : 21). Dua insan ini, dengan motivasi taqwanya menjalankan ibadah nikah, sesuai tuntunan hadits Rasulullah ﷺ. Sebagai rasa syukur telah dianugerahi nikmat atas kemampuan mengimplementasikan perintah Al-Qur’an. Inilah kebahagiaan hakiki, sebab ada rasa kedekatan dengan Allah swt, dan rasa ikhlas atas amal yang dilaksanakan demi meraih Ridlo Allah swt.
Tentunya pernikahan yang memiliki ekspektasi tinggi dan panjang terhadap masa depan. Perjalanan hidup pernikahan yang panjang dengan cita-cita yang tinggi. Bukan hanya meraih kebahagiaan pernikahan didunia. Bahkan berharap bisa bersama kembali di surga (akhirat). Oleh karenanya, tindakan pertama dan utama dalam mewujudkan pernikahan yang bahagia adalah niat. Niat melakukanya demi Ridho Allah swt. Niat membangun keluarga karena ibadah. Pondasi niat ini menjadi yang sangat penting.
Niatkan yang baik dalam pernikahan. Luruskan niat ketika menikah. Jangan sampai salah niat. Niat bisa membuat amal menjadi berpahala. Niat, sebaiknya sudah diketahui dan dipahami bersama. Niat yang benar akan menjadi awal yang baik dalam pernikahan, sekaligus membuat pasangan menjadi lebih Sholeh dan Sholehah. Akhirnya, suami istri bisa mempertahankan keberlangsungan pernikahan.
Jika menikah karena Allah swt, tiada yang bisa mempersulit. Karena Dia Maha memudahkan. Jika menikah karena Allah swt, maka soal duniawi tak lagi rumit. Sebab Dia yang akan mengatur dan mencukupkan soal harta, rupa, dan tahta. Jika menikah karena Allah swt, maka masalah dan konflik yang muncul akan diberikan jalan keluarnya. Jika menikah dilakukan karena Allah swt, niscaya akan mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan pernikahan, kebahagiaan hidup, dapat dirasakan dan dinikmati. Puncaknya, Masya Allah, … Jika menikah karena Allah swt, maka Allah swt akan senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya.
Pernikahan yang dirahmati Allah swt, akan menghasilkan rumah tangga dengan kehidupan keluarga yang tenang, tentram, damai, cinta kasih dan penuh rahmat dari Allah swt (sebagai sakînah, mawaddah, wa rahmah, QS. Ar-Rum : 21). Banyak keluarga muslim mencita-citakan pernikahannya menjadi rumah tangga sakinah. Akan tetapi masih ada yang belum memahmi apa dan bagaimana rumah tangga sakinah itu. Oleh karenanya, perlu dipelajari konstruksi rumah tangga sakinah, agar tidak terjadi kekeliruan dalam menerapkannya.
Salah satu kunci untuk membuka sekaligus memasuki rumah tangga sakinah adalah meraih posisi ekonomi yang stabil. Posisi ini akan mampu mengantarkan kehidupan rumah tangga menjadi bahagia dan harmonis. Pertanyaanya, diawali dari mana dulu. Dimulai dari sakinah dulu, kemudian membangun ekonomi. Atau sebaliknya membangun stabilitas ekonomi dulu, selanjutnya membangun rumah tangga sakinah. Ataukah bersamaan, berkeluarga sambil membangun ekonomi. Jadi, terdapat korelasi signifikan antara stabilitas ekonomi dan pembentukan keluarga sakinah.
Menikah/berkeluarga dan karier adalah hal yang penting. Tidak mungkin menikah kemudian mengorbankan karirnya. Begitu pula sebaliknya. Demi karier lalu melalaikan untuk menikah. Keduanya harus saling mendukung.
Pola konstruksi keluarga muslim dibangun dengan pernikahan yang sesuai ajaran agama Islam, sehingga diridhai Allah SWT. Kehidupan keluarganya mengandung nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah, seluruh anggota keluarganya berakhlak mulia, sehingga mampu mewujudkan rasa tenteram, rasa kasih sayang dan cinta serta rasa bahagia. Dengan demikian keluarga muslim memiliki tempat yang tenang dan aman untuk berteduh, berkehidupan yang sehat wal afiat. Harapannya, berangkat dari titik ini, keluarga akan sanggup membangun ekonomi sekaligus mengembangkan kearah pencapaian tujuan keuangan keluarga, yaitu financial independence / financial freedom atau kebebasan finansial.
Setiap keluarga (baik muslim atau non muslim) pasti pernah mengalami/mengahadapi berbagai masalah. Mustahil dalam sebuah keluarga itu lancar-lancar saja. Selalu ada problem yang muncul. Entah itu problema sepele atau problematika yang bisa dikatakan serius. Kadang bersifat klise dan berulang-ulang. Berbagai masalah keluarga ini mempengaruhi psikologis dan berpotensi merusak hubungan antar anggota keluarga.
Setiap problematika pasti ada penyebab masalahnya. Masalah ekonomi atau uang sering menjadi faktor pemicu. Masalah hutang, masalah kekurangan uang, bahkan kelebihan uang (kadang juga masalah), masalah cara mengatur uang yang penghasilannya pas-pasan, sedangkan kebutuhan keluarga membengkak serta masalah pendapatan tidak naik-naik dan lain sebagainya. Permasalahan utamanya adalah karena tidak mempunyai perencanaan keuangan. Membahas keuangan bukan hanya soal uang, tapi berkaitan dengan manajemen keuangan.
Managemen keuangan keluarga merupakan seni mengelola keuangan. Pengelolaan keuangan keluarga ini lebih rumit dibandingkan mengelola keuangan pribadi karena melibatkan suami, istri dan anak-anak bahkan mungkin orang tua dan mertua. Jika pengelolaan keuangan keluarga ini berjalan dengan baik dan benar, maka semua kebutuhan keluarga bisa terpenuhi. Namun, apabila salah dan amburadul mengelola keuangan keluarga, maka dapat mengganggu keharmonisan keluarga.
Managemen keuangan keluarga memiliki urgensi tinggi, karena bermanfaat untuk membangun keluarga yang makmur, harmonis, dan sejahtera yaitu tercukupinya secara materiil spiritual, sehingga seluruh anggota keluarga bisa mengembangkan ekonomi sekaligus mengembangkan potensi sesuai dengan bakat, kemampuan masing masing.