Oleh: Danang Eka Sandi
(ASN BDK Surabaya)
Seseorang bisa mnejadi manajer, namun belum tentu bisa menjadi pemimpin. Menjadi seorang pemipin membutuhkan perilaku yang efektif, selanjutnya diimplementasikan dalam kepemimpinannya sehari-hari. Ia harus mampu menanamkan pengaruhnya kepada bawahan agar melaksanakan apa yang diinginkan, tanpa adanya unsur keterpaksaan. Sedangkan menjadi manajer tidak harus mempunyai perilaku tertentu. Ketika ia berpegang pada prosedur yang ada dalam menjalankan tugasnya, maka ia bisa dikatakan sudah memenuhi syarat menjadi manajer. Sudahkah Anda menjadi pemimpin yang efektif? Berikut ini beberapa ciri pemimpin yang tidak efektif .
Tidak Mempunyai Visi yang Jelas
Pemimpin perlu mempunyai visi yang jelas. Meskipun visi organisasi sudah ada, namun visi seorang pemimpin secara pribadi dalam menjalankan peran kepemimpinan haruslah jelas. Visi tersebut tentunya sejalan dengan visi oragnisasi yang dipimpinnya. Ketidakjelasan visi dari pemimpin menyebabkan malpraktik dalam kepemimpinan. Biasanya, malpraktik tersebut diwjudkan dalam bentuk pemanfaatan sumber daya yang dimiliki organisasi secara berlebihan demi kepentingan pribadi.
Kurangnya Kemampuan Berkomunikasi yang Efektif
Komunikasi menjadi salah satu kunci menjadi pemipin yang efektif. Melalui komunikasi, pemimpin akan menyampaikan visi, misi dan program organisasi kepada bawahannya. Selanjutnya baawahan akan mengimplementasikan dalam pekerjaannya sehari-hari. Pemimpin yang tidak mampu berkomunikasi dengan efektif cenderung menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian bawahannya. Pesan yang disampaikan pemimpin pada akhirya bisa saja menimbulkan banyak persepsi ada bawahan.
Kurangnya Kemampuan Mengelola Konflik
Konflik senantiasa ada pada setiap organisasi, apakah itu konflik tugas atau konflik hubungan. Pemimpin yang tidak efektif seringkali menghindari konflik, membiarkan konflik terjadi dan berharap agar konflik yang terjadi pada bawahannya reda sendiri karena menganggap bahwa para bawahannya adalah manusia yang sudah dewasa dan mampu bertindak serta mengambil keputusan. Karena konflik tidak dikelola kelola dengan baik, sehingga seringkali terjadi ketegangan yang mengganggu keharmonisan dan kinerja organisasi.
Kurangnya Empati
Keberadaan pemimpin diharapkan mampu memberikan dukungan moral pada bawahan. Pemimpin perlu memiliki empati atas apayang terjadi pada lingkungan kerjanya. Ketika ia tidak memiliki empati dan memahami kondisi hubungan sosial yang ada, maka membuat lingkungan kerja yang kurang bersahabat, minimnya kekompakan tim dan kurangnya kerja sama. Pada akhirnya, akan berdampak pada kinerja organisasi.
Menghindari Risiko
Pemimpin dengan tipe penghindar risiko akan senantiasa khawatir atas dampak keputusannya terhadap diri pribadinya. Ia bahkan tidak mau menanggung kesalahan akibat dampak keputusannya dan melempar risiko tersebut kepada bawahannya. Bawahan sebagai pelaksana atas kebijakannya seringkali menerima risikonya meskipun tidak ikut menerima keuntungan akibat kebjakan pimpinan. Adanya kesalahan prosedur yang dilakukan pemimpin seringkali berimbas buruk pada bawahan.
Kurangnya Keterlibatan dan Delegasi
Keterlibatan pemimpin dalam setiap aktivitas organisasi sangat diperlukan. Tentunya bentuk keterliatan tersebut disesuaikan dnegan perannya sebagai pemimpin. Seorang pemimpin yang hanya menyerahkan kepada bawahan, tanpa keterlibatan aktif, akan menimbulkan dampak menurunnya motivasi kerja bawahan. Bawahan yang biasanya termotivasi bisa saja menurun motivasinya karena tidak adanya keterlibatan pemimpin dalm proses yang pekerjaan yang ditanganinya. Apalagi proses tersebut sangat penting dan menjadi penyumbang kinerja organisasi.
Ketidakadilan dalam Perlakuan
Bawahan senantiasa menuntut keadilan dari perilaku pemimpin. Rasa keadilan tersebut terwujud apabila ia mendapatkan apresiasi positif dari organisasi sesuai dengan apa yang dilakukan. Sebaliknya perasaan tidak adil akan terjadi ketika pengorbanan bawahan tidak mendapatkan apresiasi positif yang setimpal dari atasan. Meskipun rasa keadilan sangat bersifat individual karena masing-masing individu akan merasakan tingkat keadilan yang berbeda, paling tidak ada keadilan yang bersifat standar yang diterapkan oleh pemimpin. Ketidakadilan yang dirasakaan bawahan secara terus-menerus akan berdampak pada menurunnya motivasi hingga penurunan kinerja individu.
Tidak Mampu Memotivasi dan Menginspirasi
Keberadaan pemimpin diharapkan mampu memotivasi dan menginspirasi bawahan. Ia diharapkan mampu memberikan energi positif pada bawahan sehingga para bawahan mempunyai daya juang untuk mendukung tujuan organisasi. Pemimpin juga mampu berperan menjadi inspirator bagi bawahan sehingga sosoknya adalah sosok teladan yang pantas diikuti. Kurang berperannya pemimpin dalam memotivasi dan menginspirasi bawahan berdampak pada kelesuan dan kurangnya semangat dalam mencapai tujuan organi