Oleh: Aziz Fuadi
(ASN BDK Surabaya)
Soliditas kelompok menjadi kunci dalam membangun keberhasilan kelompok mencapai tujuannya. Soliditas tersebut bersumber dari sikap dan perilaku anggota yang ada di dalamnya, Ketika soliditas mengalami penurunan, itu artinya ada yang salah dari sikap dan perilaku anggota kelompok. Kesalahan tersebut diantaranya komunikasi yang kurang baik antar anggota, kurang pahamnya anggota terhadap tujuan bersama, penurunan kepercayaan antar anggota, ketidaksetaraan partisipasi dan minimnya kemampuan anggota untuk mengelola konflik yang ada. Berikut ini beberapa faktor penyebab penurunan soliditas kelompok:
Komunikasi yang Buruk
Salah satu penyebab penurunan soliditas kelompok adalah buruknya kualitas komunikasi dalam kelompok. Penyelesaian pekerjaan dalam kelompok membutuhkan komunikasi dan interaksi antar anggota. Komunikasi tersebut bertujuan untukk memfasilitasi kerja sama dan berkoordinasi dalam penyelesaian kerja. Maka dalam komunikasi dibutuhkan kesamaan persepsi antar anggota agar pesan dan informasi yang disampaikan dapat ditangkap dan dipahami selanjutnya diwujudkan dalam bentuk aktivitas kerja sama. Menurut Johnson (2020) salah satu gejala utama penurunan soliditas kelompok adalah komunikasi yang buruk. Ketidakmampuan anggota kelompok untuk menyampaikan ide dan pendapat dengan jelas dapat merusak hubungan internal kelompok.
Untuk mengatasi buruknya kualitas komunikasi, Adler & Rodman, (2020) menyampaikan agar kelompok mengupayakan untuk menciptakan lingkungan di mana komunikasi terbuka didorong dan dihargai. Keterbukaan komunikasi tersebut perlu diawali dari pemimpin kelompok yang mengomunikasikan nilai-nilai keterbukaan. Bisa juga dituliskan dalam komitmen awal terbentuknya kelompok seingga timbulnya pemahaman pada anggota atas nilai-nilai yang ada. Di samping itu komunikasi perlu dibiasakan dalam kelompok dan setiap pendapat dari anggota mendapatkan ruang yang bebas.
Ketidakpahaman terhadap Tujuan
Ketidakpahaman aggota terhadap tujuan kelompok akan berdampak pada kebingungan dalam bekerja. Mereka akan memahami tujuan kelompok sesuai dengan persepsinya masing-masing. Selanjutnya anggo kelompok bekerja atas dasar perspesinya terhadap tujuan kelompok yang belum tentu benar. Ketidakpahaman tersebut semakin berdampak pada soliditas dan kinerja kelompok ketika ternyata tidak adanya pembagian tugas yang jelas. Tugas dikerjakan secara bersama-sama, namun anggota tidak memahami perannya masing-masing. Menurut Smith et.al, (2021) penurunan soliditas dapat terjadi jika tujuan bersama tidak dipahami secara jelas oleh seluruh anggota kelompok atau jika tujuan tersebut tidak lagi relevan.
Agar anggota kelompok memahami tujuan dengan jelas, Johnson & Johnson (2019) menyarankan agar secara periodik, seluruh anggota kelompok mengevaluasi dan merevisi tujuan bersama kelompok untuk memastikan relevansinya. Tujuan kelompok perlu bisa didefinisikan secara jelas, selanjutnya diturunkan menjadi sasaran yang akan dicapai oleh kelompok.
Kurangnya Kepercayaan
Keprcayaan menjadi pondasi untuk membangun soliditas kelompok. Mereka akan merasa menjadi satu kelompok ketika ada kepercayaan di dalamnya. Kepercayaan tersebet meliputi kepercayaan terhadap kompetensi anggota kelompok maupun kepercayaan terhadap sikap dan perilaku anggota. Anggota yang percaya bahwa kompetensi rekan kerjanya dapat diandalkan, mereka tidak akan ragu untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan kelompok. Demikian pula jika anggota percaya bahwa sikap dan perilaku rekan kerjanya dapat dipercaya, mereka tidak akan khawatir terjadinya penyalahgunaan kepercayaan tersebut. Dyer (2019) menyampaikan bahwa Kepercayaan adalah elemen penting untuk membangun kerjasama yang kuat. Kepercayaan yang rapuh antar anggota kelompok dapat menjadi penyebab serius penurunan soliditas.
Untuk membangun kepercayaan antar anggota kelompok, Dirks & Ferrin (2021) menyarankan agar kelompok melakukan kegiatan atau program untuk memperkuat kepercayaan di antara anggota kelompok. Kegiatan tersebut berupa pelatihan yang diadakan secara rutin dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh anggota untuk saling memahami dan bekerja sama.
Ketidaksetaraan Partisipasi
Ketidaksetaraan partisipasi atau pembatasan partisipasi pada sebagian anggota kelompok akan berdampak pada penurunan soliditas kelompok. Ketika menjadi anggota dalam kelomok, itu artinya semua mempunyai hak yang sama untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam mengatasi permasalahn yang dihadapi dan membangun kinerja kelompok. Karenanya, ketika ada perbedaan hak anggota kelompok akan menyebabkan sebagian anggota merasa tidak dihargai keberadaannya. Robbins (2022) menjelaskan bahwa adanya ketidaksetaraan dalam partisipasi dapat menciptakan ketidakpuasan dan merusak soliditas kelompok. Semua anggota kelompok perlu merasa dihargai dan didengar. Sebagian anggota yang merasa haknya untuk berpartisipasi dibedakan, mereka merasa tidak puas dalam kelompok dan cenderung melakukan aktivitas secara individu.
Pemimpin kelompok perlu mempunyai kepekaan terhadap kelompoknya sehingga ia perlu memastikan bahwa setiap anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam keputusan dan aktivitas kelompok (Mullins, 2022).
Konflik yang Tidak Diselesaikan
Meskipun konflik menjadi hal yang biasa dan selalu hadir dalam setiap kelompok, namun perlu dikelola dnegan baik agar tingkatankonflik tidak sampai pada level tinggi yang justeru akan membahayakan soliditas kelompok. Menurut Thomas (2018) konflik yang dibiarkan tanpa penyelesaian dapat merusak hubungan di dalam kelompok dan secara langsung mempengaruhi soliditasnya. Ketika konflik interpersonal sudah berada pada tingkat yang tinggi, hubungan antar anggota kelompok menjadi tidak harmonis bahkan memburuk karena adanya pertikaian yang tak berakhir.
Utuk menyelesaikannya, pemmipin kelompok perlu menanggapi konflik segera dan terlibat dalam upaya penyelesaian yang adil dan konstruktif (De Dreu & Weingart, 2020). Ketika terjadi konflik pada level yang masih rendah, pemimpin perlu mengintervensi dengan upaya penyelesaian konflik agar tidak sampai berkepanjangan dan menggerus soliditas kelompok.
Daftar Pustaka:
Adler, R. B., & Rodman, G. (2020). Understanding Human Communication. Oxford University Press.
De Dreu, C. K., & Weingart, L. R. (2020). Task versus relationship conflict, team performance, and team member satisfaction: A meta-analysis. Journal of Applied Psychology, 85(1), 160–169.
Dirks, K. T., & Ferrin, D. L. (2021). Trust in leadership: Meta-analytic findings and implications for research and practice. Journal of Applied Psychology, 85(4), 611–628.
Dyer, J. H. (2019). Team building: Proven strategies for improving team performance. Jossey-Bass.
Johnson, D. W., & Johnson, F. P. (2019). Joining Together: Group Theory and Group Skills. Pearson.
Mullins, L. J. (2022). Management and Organisational Behaviour. Pearson.
Robbins, S. P. (2022). Organizational Behavior. Pearson.
Smith, A., et al. (2021). The importance of clear goals in team performance: A conceptual review and meta-analysis. Journal of Management, 47(3), 713–737.
Thomas, K. W. (2018). Conflict and conflict management: Reflections and update.