Mataram, (26/9/24) – Otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) kini semakin mengambil peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, dari sosial hingga dunia kerja. Dalam konteks ini, enam isu utama perlu mendapat perhatian serius demi menjaga keseimbangan antara perkembangan teknologi dan dampaknya terhadap masyarakat. Hal ini disampaikan oleh praktisi Public Relations, Avianto Nugroho, S.Sos, M.Si., saat menjadi narasumber pada acara Peningkatan Kompetensi Pranata Humas Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang dihadiri oleh seluruh pranata humas dari Balai Diklat Keagamaan dan Loka Diklat di seluruh Indonesia.
Selain membahas dampak AI, Avianto juga memaparkan Strategi Komunikasi untuk Government Public Relations (GPR), yang diharapkan mampu menjawab tantangan komunikasi di era digital, khususnya dalam menghadapi perubahan yang dipicu oleh AI dan otomatisasi. Menurutnya, GPR harus berperan aktif dalam menjaga hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat, dengan memanfaatkan teknologi secara efektif untuk menyampaikan informasi yang akurat, cepat, dan transparan.
1. Perubahan Sosial
Avianto menjelaskan bahwa AI dapat membawa perubahan besar pada cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi dengan orang lain. Teknologi ini menciptakan dinamika baru dalam hubungan sosial, yang mempengaruhi cara komunikasi publik dijalankan. “GPR perlu menyesuaikan strategi komunikasinya dengan perubahan ini, menggunakan AI untuk lebih memahami kebutuhan masyarakat dan menyampaikan pesan yang relevan,” ungkap Avianto.
2. Transformasi Dunia Kerja
“AI dapat menggantikan beberapa jenis pekerjaan dan mengubah tugas-tugas yang ada. Meski demikian, munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang lebih relevan dengan perkembangan teknologi juga perlu diperhitungkan,” lanjutnya. Di dunia GPR, otomatisasi bisa mempermudah analisis data, namun tetap membutuhkan peran manusia untuk strategi komunikasi kreatif. “Pranata humas harus siap beradaptasi dengan perubahan ini, termasuk memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.”
3. Redistribusi Kekuasaan
Salah satu aspek penting dari AI adalah potensinya dalam mempengaruhi kekuasaan. AI bisa membuat distribusi kekuasaan lebih merata, namun juga berisiko memperkuat dominasi mereka yang memiliki sumber daya besar, seperti perusahaan teknologi global. Dalam konteks GPR, Avianto menekankan pentingnya strategi komunikasi yang inklusif, yang memastikan bahwa pesan pemerintah menjangkau semua lapisan masyarakat secara adil dan merata.
4. Tata Kelola Etis AI
Tata kelola AI yang mengintegrasikan pertimbangan etika perlu dirancang secara komprehensif, mulai dari pengembangan, implementasi, hingga pengambilan keputusan berbasis data. “Dalam GPR, tata kelola AI harus dipertimbangkan secara matang, terutama dalam menjaga kredibilitas institusi pemerintah dan menghindari penyalahgunaan data publik,” kata Avianto.
5. Privasi dan Transparansi
Isu privasi juga menjadi perhatian utama. Dalam pengelolaan data yang dihasilkan oleh AI, harus ada kontrol yang ketat terkait bagaimana data disimpan, diintegrasikan, dibagikan, dan dikomersialkan. Avianto menekankan pentingnya transparansi dalam komunikasi pemerintah. “GPR harus selalu menjaga kepercayaan masyarakat dengan memastikan data yang digunakan dalam komunikasi bersifat transparan dan tidak melanggar privasi publik.”
6. Bias dalam Sistem AI
Sistem AI, lanjut Avianto, memiliki potensi bias yang inheren, karena diprogram oleh manusia dan menggunakan data yang mungkin sudah memiliki kecenderungan tertentu. “GPR harus memperhatikan hal ini saat menggunakan AI untuk analisis dan komunikasi, agar pesan yang disampaikan tetap objektif dan tidak terpengaruh oleh bias sistem.”
Pada sesi akhir, Avianto mengajak seluruh pranata humas untuk lebih proaktif dalam merumuskan strategi komunikasi GPR yang adaptif terhadap perkembangan teknologi, tanpa melupakan aspek-aspek etika dan tanggung jawab sosial. Dengan memanfaatkan teknologi digital secara efektif, GPR diharapkan mampu menjadi jembatan komunikasi yang solid antara pemerintah dan masyarakat, serta mampu menjawab tantangan di era otomatisasi ini.
Acara ini mendapatkan antusiasme tinggi dari para peserta yang berasal dari seluruh Balai Diklat Keagamaan dan Loka Diklat di Indonesia. Mereka diharapkan dapat berperan sebagai garda terdepan dalam menyosialisasikan kebijakan dan program Kementerian Agama yang berbasis pada pemanfaatan teknologi digital secara bertanggung jawab dan tepat guna.