Menjadi Hakim dan Aparatur Peradilan yang KAPABEL dan KREDIBEL

Surabaya – Bambang Hery Mulyono, Kepala Badan Strategi Kebijakan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, memberikan materi penting dalam kegiatan Pelatihan Dasar (Latsar) bagi pegawai Mahkamah Agung yang diadakan pada Rabu, 11 Desember 2024, di Balai Diklat Keagamaan Surabaya. Dalam sesi tersebut, beliau menekankan pentingnya kompetensi intelektualitas, kompetensi keahlian, dan kompetensi integritas dalam membentuk hakim dan aparatur peradilan yang kapabel dan kredibel.

Kaban menjelaskan bahwa kompetensi intelektualitas dan keahlian adalah dua faktor yang memungkinkan hakim dan aparatur peradilan untuk menjalankan tugas dengan kemampuan tinggi, serta mengambil keputusan yang objektif dan profesional. Namun, lebih dari itu, kompetensi integritas memainkan peran krusial dalam membangun kredibilitas badan peradilan. Integritas ini, menurut beliau, adalah landasan utama dalam menjaga kepercayaan publik terhadap proses peradilan.

“Kompetensi intelektualitas dan keahlian sangat penting untuk memastikan bahwa kita kapabel dalam menjalankan tugas. Tetapi, kompetensi integritas adalah yang mengantarkan kita untuk menjadi hakim dan aparatur yang kredibel,” ujar Bambang Hery Mulyono.

Selain membahas kompetensi, Bambang Hery Mulyono juga memaparkan nilai-nilai utama Badan Peradilan yang harus dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas peradilan, yaitu:

1. Kemandirian Kekuasaan Kehakiman
   (Pasal 24 ayat (1) UUD 1945; Pasal 3 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)
   • Kemandirian Institusional: Badan Peradilan harus bebas dari intervensi luar.
   • Kemandirian Fungsional: Hakim harus bebas dari pengaruh apapun dalam memutuskan perkara berdasarkan fakta dan hukum yang ada.
2. Integritas dan Kejujuran
   (Pasal 24A ayat (2) UUD 1945; Pasal 5 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)
   • Hakim harus menjadi teladan dalam menjalankan tugas dengan jujur dan adil untuk membangun kepercayaan publik terhadap peradilan.
3. Akuntabilitas
   (Pasal 52 dan Pasal 53 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)
   • Hakim harus menjalankan tugas dengan profesional dan tanggung jawab, serta membuat putusan yang didasarkan pada alasan yuridis, filosofis, dan sosiologis yang kuat.
4. Responsibilitas
   (Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)
   • Badan Peradilan harus tanggap terhadap kebutuhan pencari keadilan dan mengatasi hambatan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
5. Keterbukaan
   (Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; Pasal 13 dan Pasal 52 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)
   • Memberikan akses kepada masyarakat terkait penanganan perkara dan penerapan hukum yang berlaku.
6. Ketidakberpihakan
   (Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)
   • Aparatur peradilan harus memastikan proses peradilan yang jujur dan adil tanpa memihak kepada pihak manapun.
7. Perlakuan yang Sama di Hadapan Hukum
   (Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 52 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)
   • Setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang sama dalam memperoleh keadilan dan kepastian hukum.

Dalam sesi ini, Bambang Hery Mulyono menegaskan bahwa nilai-nilai tersebut tidak hanya harus dipahami secara teori, tetapi harus diterapkan dalam setiap aspek kerja hakim dan aparatur peradilan. Dengan komitmen yang tinggi terhadap integritas dan profesionalisme, peradilan di Indonesia akan semakin dipercaya dan dihormati oleh masyarakat.

Sesi ini berakhir dengan diskusi interaktif yang memperkaya pemahaman peserta tentang tantangan dalam menerapkan nilai-nilai utama Badan Peradilan dalam tugas sehari-hari. Bambang Hery Mulyono mengakhiri dengan pesan agar setiap hakim dan aparatur peradilan selalu menjaga kompetensi, integritas, dan nilai-nilai luhur dalam setiap tindakan mereka.