Oleh: Aziz Fuadi
Kehidupan tak bisa lepas dari istilah persepsi. Interaksi sosial yang terjadi di kingkungan sosial, baik di sekolah, kampus, perusahaan ataupun di kantor selalu terkait dengan persepsi. Bahkan persepsi digunakan dalam riset. Ketika peneliti ingin mengukur pengaruh antar variabel yang diteliti maka variabel tersebut diturunkan menjadi indikator dan selanjutnya diturunkan menjadi dfatar pertanyaan yang diserahkan kepada responden untuk diisi. Maka responden mengisi dan menjawab daftar pertanyaan tersebut sesuai dengan persepsinya terhadap poin-poin yang ditanyakan dalam daftar pertanyaan. Maka riset tersebut sebenarnya adalah mengukur persepsi responden terhadap pertanyaan atau pernyataan yang tertuang dalam daftar pertanyaan tersebut.
Dalam lingkungan kerja, persepsi memegang peran dalam penciptaan hubungan baik antar teman kerja. Individu akan mempunyai persepsi yang berbeda dalam menilai fenomena yang ada di lingkungan kerja meskipun obyeknya sama. Penilaian tersebut akan didasarkan pada latar belakang pendidikan, pengalaman dan pengetahuan tentang obyek yang akan dinilai. Misalnya, tiba-tiba di ruangan Anda teman kerja Anda yang bernama Bagyo marah-marah. Bagi Anda yang kenal dengan Bagyo, akan beranggapan bahwa Bagyo memang orang yang suka marah-marah jika ada masalah. Namun bagi teman yang lain yang tidak mnegenal Bagyo, mereka mengira bahwa Bagyo sedang dalam kondisi stress atau terjadi konflik interpersonal dengan teman sekerja. Padahal Bagyo berperilaku speerti itu karena dia memang suka marah ketika menghadapi masalah kecil yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Menurut Robbins (2016) persepsi adalah sebuah proses yang terjadi pada individu dalam mengorganisasikan dan mnginterpretasikan kesan yang berasal dari lingkungan hingga membentuk pemahaman dia tentang lingkungan tersebut. Karenanya persepsi menyangkut sesuatu yang dinilai atau dipikirkan oleh seseorang, bukan sesuatu yang nyata terjadi. Karenanya, persepsi seseorang bisa saja berbeda dengan peristiwa sesungguhnya, namun juga bisa sama dengan peristiwa yang sebenarnya.
Persepsi bersifat sangat personal karena berkaitan dengan pandangan individu terhadap apa yang ia rasakan dari lingkungan. Karennaya, persepsi bersifat netral sehingga seseorang tidak bisa menyalahkan persepsi orang lain dan tak bisa mengklaim bahwa persepsinya sendiri yang paling benar.
Manfaat Persepsi
Keberadaan persepsi sangat bermanfaat bagi organisasi. Manfaat tersebut berkaitan dengan penggunaan persepsi bagi riset perilaku. Di samping itu persepsi juga berguna dalam penerapan kebijakan yang lebih obyektif dan membantu manajer dalam pengambilan keputusan.
Ukuran dalam Riset Perilaku
Pada riset yang menggali tentang perilaku individu dan kelompok akan banyak menggunakan persepsi. Persepsi berfungsi sebagai dasar untuk temuan riset. Pada riset dengan pendekatan kuantitatif, persepsi responden akan menjadi ukuran untuk menentukan apakah variabel berpengaruh terhadap variabel lain. Sedangkan pada riset dengan pendekatan kualtatif, persepsi informan akan mampu menjelaskan fenomena yang diteliti. Pengambilan data dalam penelitian yang menyangkut penerapan kebijakan perusahaan, misalnya, juga menggunakan data berupa persepsi karyawan terhadap kebijakan yang ada. Para peneliti sebenarnya adalah memakai persepsi responden atau informan sebagai dasar bagi temuan risetnya. Jika dalam riset kuantitatif, persepsi tersebut dikuantifikasikan menjadi nilai tertentu yang bisa diproses untuk ananlisis selanjutnya, sedangkan dalam riset kualitatif, persepsi tersebut menjadi dasar dalam pembentukan konsep dan kategori.
Pandangan yang Lebih Obyektif
Pada saat awal berdirinya organisasi, persepsi anggota memegang peran yang penting. Banyaknya persepsi dari berbagai anggota organisasi dengan latar belakang yang berbeda akan menunjukkan pandangan umum yang lebih obyektif. Sehingga kebijakan yang diambil oleh organisasi akan memberikan rasa keadilan bagi anggotanya. Banyaknya sudut pandang yang berbeda dari anggota organisasi akan memungkinkan diperolehnya rumusan kebijakan yang dipandang mampu mencakup semua kepentingan dari anggotanya.
Persepsi tersebut juga bermanfaat dalam menetapkan norma yang berlaku bagi kelompok atau tim. Sebelum kelompok dibentuk, maka perlu ditetapkan norma dan aturan yang berlaku bagi anggota kelompok. Jika norma tersebut berasal dari berbgai persepsi anggota tentang sebuah norma, maka norma tersebut akan lebih diterima anggota, dibandingkan jika norma tersebut muncul dari hanya dari pemimpin kelompok atau sedikit orang yang terlibat. Obyektivitas sebuah norma akan lebih tinggi ketika kemunculannya memperhatikan persepsi dari seluruh anggota sehingga memperkecil penolakan sebuah norma, nilai-nilai atau aturan yang diterapkan.
Membantu Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan tak bisa lepas dari persepsi. Adanya persepsi individu atau kelompok tentang sebuah hal akan menjadi dasar pengambilan keputusan. Ketika memutuskan untuk melamar kerja, misalnya, seorang pelamar sudah mempunyai persepsi tentang lembaga yang akan dilamar.Demikian juga dengan seorang pegawai yang telah bekerja pada sebuah lembaga, ia mempunyai persepsi tersendiri tentang lembaga tempatnya bekerja, budaya kerja, nlai-nilai yang dianut oleh sebagian besar anggota organisasi dan bagaimana perilaku kepemimpinan dari atasannya.
Seorang pemimpin yang sarat dengan aktivitas pengambilan keputusan akan sangat dipengaruhi persepsinya tentang masalah yang dihadapi. Beberapa alternatif keputusan yang ia rencanakan juga dipengaruhi oleh persepsinya akan dampak positif dan negatifnya. Apalagi jiak ia bersifat demokratis, di mana keputusannya selalu melibatkan beberapa bawahan. Maka bawahan pun juga akan memberikan pandangan berdasarkan persepsinya tentang masalah tertentu.
Dampak Negatif Persepsi
Ternyata persepsi juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan kerja. Dampak tersebut berkaitan dengan kondisi yang belum pasti atau belum adanya data dan informasi yang valid. Maka orang cenderung akan mengambil kesimpulan berdasarkan persepsi masing-masing.
Timbulnya Konflik
Konflik hubungan yang berkembang di ingkungan kerja seringkali tersulut dari munculnya persepsi yang berbeda dari individu yang ada di dalamnya. Adanya perbedaan cara berpikir, pengalaman dan nilai-nilai yang dianut pada akhirnya akan menentukan persepsi individu terhadap masalah yang dihadapi sehingga akan menentukan sikap dan perilakunya. Ketika batas toleransinya terhadap perbedaan sudah mencapai puncaknya, maka konflik hubungan akan terjadi.
Konflik juga bisa bermula dari adanya informasi asimetris yang diterima oleh seorang pegawai terkait dengan sikap dan perilaku pegawai lain terhadap dirinya. Informasi tersebut selanjutnya akan mempengaruhi persepsi yang terbentuk. Persepsi yang didasarkan pada informasi yang kurang lengkap namun diyakini kebenarannya selanjutnya akan menimbulkan konflik, apalagi keduanya tidak menyamakan persepsi dan klarifikasi terhadap masalah yang terjadi.
Menurunkan Keterlibatan Anggota dalam Kelompok Kerja
Kekompakan kerja dalam kelompok dapat terhambat jika antar anggota yang ada di dalamnya muncul gap persepsi. Perbedaan yang terlalu besar dalam hal persepsi para anggota bisa jadi akan mempengaruhi perbedaan pemahaman mereka terhadap kerja kelompok, visi kelompok dan tujuan kelompok. Pada tataran berikutnya mereka kurang memahami tugas dan fungsinya dalam kelompok sehingga kurang berperan dalam kelompok. Sangat dimugkinkan mereka justeru akan mengurangi keterlibatannya dalam kelompok secara sengaja karena pekerjaan dirasa sudah beres dengan adanya anggota lain.
Gap persepsi juga mendorong anggota untuk mengurangi motivasi mereka untuk menyatu dalam kelompok menjadi kelompok yang kohesif, di mana ada rasa saling percaya dan keterikatan secara emosional sebagai anggota kelompok. Anggota tidak akan berpikir kelompok, namun lebih cenderung berpikir individual, yaitu bagaimana ia bisa bertahan dalam kelompok tanpa keterlibatan yang lebih.