Oleh: Aziz Fuadi
Tahukah Anda bahwa di setiap organisasi formal akan diikuti kemunculan kelompok informal? Kelompok tersebut tidak sengaja dibentuk, namun akan muncul sendiri, berbentuk kelompok kecil mulai dari dua sampai puluhan orang. Biasanya berbentuk clique (klik), pertemanan, kelompok makan siang atau bentuk-bentuk kelompok lain. Diharapkan atau tidak, kelompok tersebut ada dalam bentuk yang beragam.
Hadirnya kelompok tersebut tak lepas dari kebutuhan sosial psikologis manusia yang berkecenderungan untuk berinteraksi, berkumpul dan bersosialisasi dengan orang lain. Keberadaannya mampu mempengaruhi kondisi lingkungan kerja, bahkan bisa menyulut konflik pada tingkatan yang tinggi. Di sisi lain, rasa kesetiakawanan juga muncul dari kelompok tersebut. Maka kehadirannya ada sisi plus dan minus bagi lingkungan kerja.
Sisi Plus
Munculnya kelompok informal akan memberikan dampak positif bagi organisasi. Dampak tersebut diperoleh jika kehadiran kelompok informal mendukung tujuan organisasi atau anggotanya menyadari bahwa keberadaannya masih dalam bingkai organisasi formal yang tak lepas dari visi dan misi organisasi
Meningkatkan helping behavior. Proses kerja yang ada dalam organisasi akan melibatkan beberapa orang. Proses tersebut akan lebih efektif ketika antara mereka sudah terjalin kedekatan atau mereka berada dalam satu kelompok informal meski dalam bingkai organisasi formal. Kedekatan hubungan emosional akan membentuk kepedulian di antara mereka hingga akan mewujudkan perilaku saling membantu (helping behavior). Padahal perilaku membantu akan berpengaruh terhadap kinerja kelompok. Riset yang dilakukan oleh Yee Ng and Van Dyne (2005) terhadap 176 kelompok belajar pada sekolah bisnis di Timur Tengah membuktikan bahwa tingkat helping behavior pada kelompok berhubungan erat dengan kinerja kelompok, sehingga semakin tinggi tingkat helping behavior anggota kelompok, kinerja kelompok juga semakin tinggi.
Penyebaran pengetahuan. Pengetahuan yang berbentuk cara, prosedur, kebijakan atau aplikasi baru yang belum diketahui oleh sebagian pegawai akan cepat menyebar dan dimengerti oleh pegawai lain ketika penyebarannya melalui kelompok pertemanan ataupun bentuk kelompok informal lainnya. Mereka yang kurang paham dengan aplikasi baru misalnya, berkecenderungan bertanya kepada teman yang secara hubungan interpersonal sudah dikenal dan bersedia membantunya dibandingkan dengan teman yang tidak mempunyai kedekatan hubungan interpersonal. Ketidaktahuan terhadap sesuatu bagi sebagaian orang akan dianggap sebagai kekurangan sehingga mereka tidak nyaman ketika kekurangan tersebut diketahui oleh orang yang secara emosional tidak mempunyai kedekatan.
Meningkatkan kepuasan kerja. Bagi sebagian orang, kepuasan kerja tidak hanya diukur dari berapa besarnya penghasilan, jabatan apa yang dimiliki dan besarnya kekuasaan maupun wewenang yang melekat padanya. Namun lebih cenderung pada kualitas hubungan interpersonal yang terjadi pada sebuah organisasi. Kepuasan kerja bagi mereka ternyata sangat sederhana. Ketika mereka mampu mengekspresikan diri, berinteraksi dan mempunyai kedekatan secara sosial psikologis dengan teman sekerja, maka mereka akan puas atau meningkat kepuasan kerjanya. Menurt Ket de Vries dalam Mullins (2005) hubungan sosial (social relationship) merupakan kebutuhan dari individu sehingga terpenuhinya kebutuhan tersebut akan tercapai kepuasan pada diri seseorang. Karenanya, ketika seseorang mendapatkannya di lingkungan kerja, maka secara individual pegawai tersebut akan puas dan secara organisasional efek tersebut akan berdampak pada kinerja organisasi.
Sisi Minus
Munculnya kelompok informal juga bisa memberikan efek negatif pada organisasi. Efek tersebut ada ketika kelompok tersebut cenderung berseberangan dengan tujuan organiasasi atau terdiri dari anggota yang tidak mempunyai komitmen untuk ikut memajukan organisasi.
Menghambat kinerja. Kinerja organisasi bisa terhambat jika kelompok informal terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepentingan individu yang sangat menonjol. Padahal kepentingan individu seringkali tidak selaras dengan kepentingan organisasi. Dukungan terhadap organisasi ada jika kepentingan mereka terpenuhi atau biasanya mereka seolah-olah mendukung kepentingan organisasi meskipun di dalamnya ada kepentingan individu. Kondisi organisasi menjadi tidak sehat jika ternyata pengaruh kelompok informal tersebut sangat kuat. Unsur sosial yang ditonjolkan kelompok tersebut sangat menarik perhatian anggota organaisasi untuk masuk di dalamnya. Dengan dalih membela kepentingan orang banyak mereka menjalankan aksinya, berpropaganda dan mencoba mempengaruhi anggota organisasi yang belum menjadi anggotanya. Jika pengaruhnya sangat kuat bisa dimungkinkan mereka mempengaruhi prosedur kerja yang ada atau mencari keuntungan dari sistem dan prosedur yang dijalankan organisasi.
Penyulut konflik. Semakin kohesifnya anggota dalam kelompok informal akan menimbulkan gejala-gejala groupthink (pemikiran kelompok) yang menganggap bahwa kelompoknya yang paling benar dan menilai kelompok lain tidak benar. Kohesivitas kelompok yang tinggi mampu memberikan tekanan kepada anggotanya bahwa mereka harus menjaga apa yang diputuskan kelompok tanpa adanya penilaian kembali keputusan tersebut dengan memperhatikan saran dan masukan dari anggotanya. Karenanya, mereka cenderung mempertahankan pendapatnya meskipun hal tersebut salah. Anggapan tersebut yang kemudian menyulut timbulnya konflik interpersonal dalam organisasi. Jika mereka dihadapkan pada individu atau kelompk lain dengan tujuan yang berbeda, maka timbulnya konflik menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Konflik tersebut akan meruncing dan mengarah pada pertikaian jika ternyata kelompok informal tersebut semakin irasional dan tak mau menerima kritik dan saran dari orang lain.
Menurunkan loyalitas. Tingginya kesetiaan terhadap kelompok informal akan menurunkan loyalitas terhadap organisasi jika sebagian besar anggotanya mempunyai tujuan yang berbeda dengan organisasi. Mereka akan memilih setia terhadap kelompok informal meskipun pada kenyataannya berada dalam organisasi formal. Menurut mereka loyalitas terhadap organisasi akan sulit diukur sedangkan kesetiaan terhadap kelompok akan jelas terlihat dan drasakan oleh anggota lainnya. Mereka beranggapan bahwa rendahnya tingkat loyaitasnya terhadap organisasi tak akan diketahui dan diprotes oleh anggota organisasi. Kekurangpekaan pemimpin organisasi terhadap keeradaan kelompok informal akan semakin memberikan ruang terhadap anggota dari kelompok tersebut untuk tidak loyal terhadap organisasi.
Menurunkan motivasi kerja. Budaya yang berujud seperangkat nilai-nilai dan keyakinan yang berlaku dalam kelompok akan mewarnai perilaku anggotanya. Meskipun secara individual, anggotanya memiliki nilai-nilai dan keyakinan yang berbeda, namun ketika berada dalam kelompok mereka akan menampilkan perilaku kelompok jika kelompok yang telah terbentuk soiditasnya tinggi. Ketika budaya yang berlaku pada kelompok tersebut selaras dengan budaya yang mengedepankan produktivitas, hal tersebut tak akan akan berdampak buruk bagi organisasi. Namun akan berdampak negatif jika budaya tersebut ternyata cenderung tidak produktif dan keberadaan kelompok hanya menjadi media bagi mereka untuk merealisasikan kepentingan pribadi, atau bahkan pemufakatan untuk berseberangan dengan tujuan organisasi. Motivasi kerja anggota organisasi dimungkinkan bisa turun karena pengaruh kelompok tersebut. Apalagi kelompok tersebut menyampaikan pandangannya bahwa pegawai dengan usaha yang tidak maksimal pada akhirnya akan memperoleh kompensasi yang sama dibandingkan dengan mereka yang bersungguh-sungguh dalam bekerja. Pembenaran terhadap pandangan tersebut akan semakin nyata jika ternyata organisasi mentolerir perilaku mereka dan membiarkannya berkembang dan hidup dalam organisasi.
REFERENSI
Yee Ng, K. And Van Dyne, Linn (2005) Anteedentsand Performance Consequences of Helping Behavior in Work Groups, A Multilevel Analysis. Group & Organization Management, 30, 5 pg. 514.
Mullins, Laurie J. 2005. Management and Organisational Behaviour.
England. Pearson Education Limited.