Oleh Fenny Rahmawati
(Mahasiswa S2 Teknologi Pendidikan Universitas PGRI Adibuana Surabaya)
Banyak negara di dunia tengah mengalami gelombang perubahan yang cukup radikal, baik secara ekonomi, politik, maupun pemerintahan. Serbuan badai revolusi industri 4.0 menjadi pelecut lahirnya transformasi ini.
Birokrasi pemerintahan pun harus lekas beradaptasi dengan tantangan tersebut. Lompatan daya inovasi sangat diperlukan. Karena itulah dibutuhkan Smart ASN yang secara profesional mampu memberikan pelayanan prima terhadap masyarakat.
Keraguan pun muncul di benak masyarakat tentang kesiapan ASN kita menyambut era industri 4.0. Tak sedikit pengamat yang menilai bahwa ASN masih gagap dalam beradaptasi dan lambat dalam merespon perubahan itu. Tahun 2012 silam, Mantan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Azwar Abubakar pernah menyatakan bahwa Indonesia telah mengalami krisis ASN yang kompeten. Dia menyebutkan, dari 4,7 juta ASN di Indonesia saat itu, 95% diantaranya tidak memiliki kompetensi di bidangnya (Hartawan dalam Devvy: 2021). Dalam Global Talent Competitiveness Index tahun 2019 lalu, Indonesia bahkan berada di peringkat ke-67 dari 125 negara, dengan nilai 38,61.
Agus Dwiyanto, pakar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol Universitas Gajah Mada dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) juga mengamini pernyataan Azwar. Dia menyatakan bahwa permasalahan ASN di Indonesia bukanlah semata-mata terletak pada kuantitas yang terlalu besar, tetapi lebih pada kompetensi yang sangat minim (Prayogo, 2015).
Minimnya pelatihan yang dilakukan di Indonesia, menurut Agus menjadi pemicu masalah kompetensi tersebut. Dari data yang dimilikinya, dia mengungkapkan, PNS Indonesia hanya mendapatkan satu kali pelatihan selama 26 tahun. Hal ini berbanding terbalik dengan negara lain, seperti Singapura yang mampu menyelenggarakan pelatihan sedikitnya 100 jam pertahun untuk aparatur negaranya.
Hal ini diperparah dengan bangunan birokrasi di Indonesia yang masih didominasi oleh pekerja administratif. Tak kurang 40% pekerjaan birokrat masuk dalam kategori administratif-repetitif. Sementara itu, dalam SMART ASN sangat dibutuhkan pergeseran penataan SDM agar lebih banyak memegang beragam hal yang bersifat substantif. (Nugroho: 2021)
Menjawab tantangan tersebut, maka diperlukan pola pelatihan yang tepat untuk mewujudkan Smart ASN. Pengembangan dan peningkatan SDM dalam menghadapi tantangan era disrupsi 4.0 bukanlah sekedar menjalankan program pelatihan dan pendidikan, namun membutuhkan strategi yang efektif, efisien, dan tepat sasaran. Pola pelatihan yang baik dan tepat sasaran sebagai solusi dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 merupakan hal yang sangat krusial.
Oleh karena itu, guna mewujudkan birokrasi yang profesional demi menghadapi beragam tantangan tersebut, melalui UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pemerintah telah bertekad mengelola aparatur sipil negara menjadi kian profesional. Dalam manajemen SDM tentang promosi dan pengisian jabatan, undang-undang ASN juga telah meletakkan beberapa perubahan mendasar dengan mengedepankan kompetisi dan kompetensi ASN. Pegawai ASN pun ditempatkan sebagai sebuah profesi yang wajib mempunyai standar pelayanan profesi, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku profesi, pendidikan dan pengembangan profesi, juga memiliki organisasi profesi yang dapat menjaga nilai-nilai dasar profesi.
SMART ASN sebagai Pondasi Perubahan
Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah cerminan wajah birokrasi di Indonesia. Peningkatan kompetensi pada tubuh ASN menjadi penting untuk mewujudkan visi Indonesia 2045. Pemerintah pun melahirkan terobosan anyar, yakni “SMART ASN” sebagai Human Capital Management sekaligus persiapan memasuki era digital. Generasi Smart ASN lantas menjadi prioritas pembangunan sumber daya manusia (SDM) serta grand disain reformasi birokrasi nasional.
Smart ASN adalah aparatur yang memiliki profil integritas, nasionalisme, profesionalisme, berwawasan global, berwatak hospitality, memiliki jaringan yang luas, juga penguasaan teknologi informasi dan bahasa asing, serta berjiwa entrepreneurship. Smart ASN nantinya diharapkan mampu menjadi digital talent dan digital leader yang siap mendukung transformasi birokrasi digital di era revolusi industri 4.0.
Inilah tantangan terbesar bagi ASN. Pada periode digital ini, ASN dituntut untuk memiliki kemampuan dalam memanfaatkan peluang kemajuan IPTEK guna membuat terobosan-terobosan baru dalam menghadapi tantangan disrupsi di era revolusi industri 4.0. Hanya ASN yang berkualitas dan kompeten yang mampu merespon dengan baik atas perubahan besar dan mendasar dalam sistem yang terjadi dalam tempo yang terbilang cepat tersebut.
Di masa ini, ASN sudah harus mengakrabi teknologi informasi. ASN dituntut selalu haus mengais ilmu dan menimba beragam pengetahuan untuk meningkatkan wawasan dan keterampilannya, dimanapun, kapanpun dan situasi apapun. Termasuk di tengah pandemi Covid-19 yang memaksa ASN harus bekerja dari rumah (work from home).
Pelatihan BDK Surabaya dalam Mewujudkan ASN Smart
Keseriusan pemerintah terhadap penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan ASN, sebenarnya sudah mulai tampak sejak lahirnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Aparatur Sipil Negara.
Secara kelembagaan, kita telah mengenal Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang berfungsi sebagai pengendali dan bertanggungjawab atas pengembangan dan pengawasan standar kompetensi jabatan, juga sebagai kontrol pemanfaatan lulusan diklat. Disamping itu, juga ada pembina diklat, antara lain Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang bertanggungjawab atas pengelolaan, koordinasi dan penyelenggaraan diklat. Di Kementerian Agama, ada Badan Litbang dan Diklat RI yang membawahi 14 Balai Diklat Keagamaan dan 3 Balai Litbang Agama se-Indonesia.
Balai Diklat Keagamaan (BDK) Surabaya sebagai unit pelaksana teknis pelatihan Kementerian Agama yang berkedudukan di Surabaya mempunyai tugas melaksanakan pelatihan administrasi, pelatihan teknis pendidikan dan pelatihan teknis keagamaan bagi SDM Kementerian Agama di wilayah Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian, BDK Surabaya bertanggungjawab atas pengembangan dan peningkatan kompetensi PNS di lingkungan Kantor Kementerian Agama Jawa Timur.
Wilayah dan Mitra Kerja BDK Surabaya meliputi Kanwil Kementerian Agama Prov. Jatim, 38 Kankemenag Kab./Kota, 7 PTAN se-Jatim, UPT Asrama Haji Embarkasi Surabaya dan Balai Diklat Keagamaan Surabaya. Ada 664 KUA, 90 Madrasah Aliyah Negeri (MAN), 1.602 Madrasah Aliyah Swasta, 183 Madrasah Tsanawaiyah Negeri (MTsN), 3.379 MTsS, 146 Madrsah Ibtidaiyah Negeri (MIN), 7.099 MIS dan 6.884 Raudlatul Athfal (RA). (Sumber Data Keagamaan dan Pendidikan 2019 Kanwil Kemenag Prov. Jatim)
Berdasar laporan data Simpeg Kementerian Agama per Juni 2021, total jumlah PNS di Jawa Timur adalah 27.635 pegawai. Rinciannya, yaitu ada 24.377 PNS yang bekerja di Kankemenag Kab./Kota Kankemenag se-Jatim, 197 PNS bertugas di Kanwil Provinsi Jatim, 74 PNS di BDK Surabaya, 16 PNS UPT Asrama Haji dan 2.971 PNS di PTAN se-Jatim. Selain memberikan pelatihan kepada PNS BDK Surabaya juga memberikan pelatihan pada Penyuluh Agama Non-PNS, guru swasta dan masyarakat umum. Dengan jumlah pegawai PNS maupun honorer yang tidak mencapai 100 pegawai, memang terasa berat bagi BDK untuk melayani ribuan konsumen yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Timur.
Oleh karena itu, BDK Surabaya senantiasa berinovasi untuk mengembangkan model pelatihannya. Selain menyelenggarakan model pelatihan bersifat klasikal, BDK Surabaya melaksanakan pola pelatihan Non-Klasikal. Pelatihan klasikal dilaksanakan di dalam kampus maupun di luar kampus atau dengan kata lain dilaksanakan di wilayah kerja Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang selanjutnya disebut dengan Pelatihan Di Wilayah Kerja atau disingkat PDWK.
Sementara untuk Pelatihan Non-Klasikal dilaksanakan dalam bentuk e-learning, pelatihan jarak jauh. Jika sebelumnya memakai program aplikasi Schoology untuk Learning Management System (LMS) pembelajaran online, saat ini BDK telah memiliki LMS mandiri berbasis Moodle untuk Pelatihan Jarak Jauh. Untuk membiasakan diri dengan perkembangan teknologi informasi di era 4.0, Widyaiswara BDK Surabaya juga memanfaatkan beragam program aplikasi lainnya dalam pembelajarannya, seperti Zoom Meeting, Google Form, Kahoot, Mentimeter dan aneka ragam perangkat pembelajaran berbasis IT lainnya. BDK Surabaya juga telah menyelenggarakan pelatihan dengan pola campuran (blended) yaitu dengan menggabungkan bentuk pelaksanaan antara klasikal dan Non-Classical. Di samping menyelenggarakan pelatihan dengan anggaran DIPA, BDK Surabaya juga melayani pelatihan kerjasama (MoU) dengan biaya dibebankan kepada konsumen.
Berbagai macam jenis program pelatihan yang diselenggarakan khususnya pada Seksi Diklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, diantaranya pelatihan dalam jabatan, pelatihan fungsional dan pelatihan teknis; pelatihan fungsional pembentukan dan pelatihan fungsional berjenjang.
Kurikulum pelatihan yang digunakan di Balai Diklat Keagamaan Surabaya ditetapkan oleh Instansi Pembina. Penyusunan dan pengembangan kurikulum pelatihan yang belum ditetapkan oleh instansi pembina, dilakukan oleh Pusdiklat dengan melibatkan pemangku kepentingan, penyelenggara pelatihan, Widyaiswara, alumni pelatihan dan tenaga ahli. Meski demikian, Balai Diklat masih dapat mengusulkan pengembangan kurikulum untuk pelatihan sesuai dengan kebutuhan melalui Pusdiklat.
Peran serta dan kontribusi BDK Surabaya terhadap pengembangan dan peningkatan SDM ASN tidak saja berhenti pada ruang lingkung Kementerian Agama saja. Selama kurun tahun 2019-2021, BDK Surabaya juga telah melakukan Kerjasama Pelatihan dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) daerah, antara lain Banyuwangi, Tulungagung, Jombang dan Gresik untuk pelaksanaan Latsar CPNS. Selain itu juga pernah menyelenggarakan Diklat PIM 4 Mahkamah Agung.
Untuk mengontrol pengelolaan penyelenggaraan pelatihan agar terwujudnya pemerataan kesempatan kepada ASN sesuai PMA No. 43 Tahun 2016, BDK Surabaya telah menerapkan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Sistem manajemen tersebut lebih dikenal dengan nama Simdiklat.
Aplikasi Simdiklat mengintegrasikan proses perencanaan, penyelenggaraan, pengevaluasian, serta pendokumentasian kegiatan pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Simdiklat bertujuan untuk memudahkan dan meningkatkan kualitas proses kediklatan, mendeteksi ASN yang belum dan/atau sudah pernah mengikuti diklat secara lebih akurat dan cepat; dan meningkatkan kualitas pelayanan diklat.
Selain database dalam Simdiklat, BDK Surabaya juga menerapkan kontrol ganda dengan menduplikasi data peserta di LMS Moode. Dengan menerapkan authentic akun, peserta wajib memiliki akun di Web PJJ BDK Surabaya. Dengan login menggunakan username NIP bagi PNS dan NIK bagi Non-PNS, maka BDK Surabaya dapat dengan mudah mendeteksi orang-orang yang telah mengikuti pelatihan. Riwayat pelatihan seseorang akan terekam rapi di database. Sehingga BDK Surabaya dapat mengontrol pemerataan kesempatan mengikuti pelatihan. Hal ini sangat membantu admin unit dalam pemanggilan peserta pelatihan.
Dengan menerapkan tata kelola dan model pelatihan sesuai kebutuhan ASN, maka diharapkan akan meningkatkan kualitas SDM ASN yang profesional, sadar akan tanggungjawab sebagai pelayan publik serta mampu menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
Ada empat kompetensi yang perlu ditumbuhkembangkan di tubuh ASN, yakni kompetensi manajerial, kompetensi teknikal, kompetensi pemerintahan, dan kompetensi sosial. Menyadari pentingnya kualitas SDM ASN yang berkualitas unggul, Balai Diklat Keagamaan Surabaya telah menyiapkan pola pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan ASN. Mengacu pada definisi pelatihan menurut Simamora (1997), pelatihan di BDK Surabaya juga sudah dirancang secara matang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seorang individu. BDK Surabaya berusaha menciptakan suasana lingkungan pelatihan, dimana para peserta dapat mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya.
Untuk meningkatkan keterampilan ASN, BDK Surabaya tidak hanya berfokus pada hard skill, tetapi juga soft skill. Bahkan kebutuhan akan keterampilan soft skill untuk menghadapi tantangan dan dinamika perubahan lingkungan dinilai lebih memiliki peran lebih penting daripada keterampilan Hard Skill.
Soft skill yang harus dimiliki para ASN meliputi kemampuan memecahkan masalah, berpikir kritis, kreatif, manajemen manusia, kecerdasan emosional, kemampuan berkoordinasi, fleksibilitas kognitif, keterampilan dalam memberikan penilaian dan membuat keputusan, kemampuan untuk bernegosiasi, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Dengan metode pelatihan yang tepat dalam mentransfer keterampilan hard skill dan soft skill agar berjalan seimbang, maka ASN Smart menuju Birokrasi 4.0 akan dapat diwujudkan.