Widayanto
(Widyaisawara Utama BDK Surabaya)
“Malu bertanya sesat di jalan”.
Pernahkah Anda mendengar peribahasa tersebut? Artinya janganlah malu-malu menanyakan sesuatu kepada orang yang lebih tahu atau lebih bijaksana. Setting ini tentu berbeda degan kondisi pembelajaran di kelas dimana terjadi interaksi antara widyaiswara (WI) dan peserta diklat. Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik, pertanyaan diharapkan datang dari peserta diklat kepada WI.
Dalam tulisan ini, diuraikan bahwa mengajar dalam dunia kediklatan pada hakikatnya adalah sebuah proses mengaktifkan peserta diklat untuk berpikir, belajar dan bertindak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan WI untuk menstimulasi agar peserta diklat berpikir adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang signifikan baik ragam maupun caranya. Kualitas pertanyaan WI sangat berpengaruh terhadap taraf berpikir peserta. Faktanya, apabila WI hanya mengajukan pertanyaan tingkat rendah (LOTS), peserta cenderung berpikir tingkat rendah juga. Sebaliknya, WI yang mengajukan pertanyaan tingkat tinggi (HOTS) maka akan merangsang peserta untuk berpikir tingkat tinggi pula.
Apakah WI telah menyadari bahwa pertanyaan adalah sebuah alat untuk mengajar? Apakah WI menyadari bahwa cara mengajukan pertanyaan telah mempermudah peserta belajar dan menjadikan mereka berpikir? Apakah WI juga menyadari kualitas pertanyaan untuk mendorong peserta berpikir tingkat tinggi? Bagaimana WI bertanya untuk mendorong peserta berpikir?
Dalam tulisan ini, mungkin merupakan ide sangat sederhana. Namun diharapkan mampu memberikan sumbangan berarti bagi pembelajaran untuk mendorong keterampilan berpikir peserta diklat.
Bertanya, Definisi dan Peran dalam Proses Pembelajaran Kediklatan
Dalam proses pembelajaran, bertanya merupakan sebuah seni dan unsur terpenting yang tidak terpisahkan. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa efektivitas mengajar seorang wi dapat dilihat dari kemampuannya untuk mengajukan pertanyaan yang tepat. Dengan kata lain, mengajukan pertanyaan dengan baik adalah mengajar yang baik. Peranan ‘pertanyaan’ merupakan bagian penting dalam menyusun sebuah pengalaman belajar bagi peserta diklat. Sehingga, keterampilan bertanya bagi seorang WI merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai. Melalui keterampilan ini WI dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih bermakna. Dapat dibayangkan jika dalam suatu pembelajaran tidak ada pertanyaan yang terlontar dari WI maupun peserta diklat. Pembelajaran akan terasa kering, WI hanya berperan sebagai penyampai informasi, tidak terjalin diskusi, sehingga pada akhirnya pembelajaran menjadi membosankan dan kurang bermakna.
Socrates meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan akan diketahui atau tidak diketahui oleh peserta, hanya jika WI dapat mendemonstrasikan keterampilan bertanya yang baik dalam praktik pembelajaran di kelas. Dalam kelas, WI ibarat seorang sutradara yang mengatur dan mengarahkan pesertanya untuk aktif dalam pembelajaran. Bertanya atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab peserta adalah salah satu cara yang dapat dilakukan WI. Bertanya memerlukan keterampilan. Karenanya, tidak berlebihan jika keterampilan bertanya merupakan salah satu dari beberapa keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai oleh WI. Apakah WI menyadari seberapa penting peran pertanyaan? Seberapa penting keterampilan bertanya yang baik harus dikuasai WI? Di era “Revolusi Industri 4.0”, sudahkah WI menjadi “WI Merdeka”? Tulisan sederhana, diharapkan sedikit memberi sumbangsih untuk merefleksi kembali pembelajaran di kelas kediklatan.
Mengutip kata John Dewey, “Thinking it self is question”, bertanya terkait erat dengan berpikir. Dapat diartikan bahwa bertanya adalah mengemukakan pertanyaan yang mengkaji atau menciptakan ilmu pada diri peserta diklat. Sedangkan menurut pendapat Brown (1975) pengertian bertanya adalah “any statement which tests or creates knowledge in the learner (setiap pertanyaan yang mengkaji atau menciptakan ilmu pada diri peserta didik merupakan pengertian dari bertanya)”. Bertanya dapat pula diartikan sebagai keinginan mencari informasi yang belum diketahui. Sehingga jika bertanya ada pada kondisi pembelajaran maka bertanya merupakan proses meminta keterangan atau penjelasan untuk mendapatkan informasi yang belum diketahui dalam pembelajaran yang sedang berlangsung.
Mason (2020) menyatakan bahwa bertanya berarti menggunakan pertanyaan dan petunjuk lain yang ditawarkan kepada peserta untuk membantu mengarahkan perhatian mereka melalui cara-cara yang berpotensi agar mereka memperoleh peningkatan pemahaman. Bertanya merupakan suatu aktivitas dasar manusia untuk mengumpulkan informasi, menggunakan informasi untuk belajar, membantu memecahkan masalah, membantu proses pengambilan keputusan dan untuk memahami satu sama lain lebih jelas (Chikiwa & Schäfer, 2018). Bertanya adalah kunci dari sebuah komunikasi untuk memperoleh lebih banyak informasi. Komunikasi yang sukses adalah sebuah bentuk interaksi dimana kita semua bertanya atau ditanyai dalam sebuah percakapan. Bertanya adalah salah satu bentuk interaksi dalam komunikasi pembelajaran (Dahal et al., 2019). Aktivitas bertanya dapat memunculkan stimulus efektif yang dapat mendorong kemampuan berpikir. Dengan kata lain, kegiatan bertanya WI kepada peserta diklat dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bertanya merupakan suatu bentuk akvitas dalam komunikasi yang bertujuan untuk memperoleh informasi atau pengetahuan mengenai sesuatu hal, kejadian atau peristiwa yang belum diketahui. Dengan bertanya, seseorang dapat menarik perhatian orang lain untuk memberitahukan informasi penting yang belum diketahui atau belum dipahami. Dalam proses pembelajaran di kelas kediklatan, bertanya dilakukan oleh WI untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta. Bertanya dalam pembelajaran akan memunculkan proses berpikir. Selain itu, bertanya juga dapat mendorong keterlibatan, meningkatkan pembelajaran, memotivasi peserta, dan menyediakan umpan-balik tantang kemajuan pembelajaran, baik kepada WI maupun peserta, sehingga dapat terciptanya proses pembelajaran yang berpusat kepada peserta (student-center learning).
Proses bertanya dalam pembelajaran mendorong terciptanya lingkungan pembelajaran yang berpusat pada peserta diklat (student-centered learning environment) sembari memelihara aktivitas yang berfokus pada tujuan pembelajaran (a goal focused learning activity). Mengajukan pertanyaan merupakan salah satu strategi pengajaran dasar yang dapat diterapkan pada hampir semua bidang materi kediklatan, tingkatan kelas, atau kepribadian WI. Jika dilakukan dengan efektif, strategi ini dapat mendorong keterlibatan, meningkatkan pembelajaran, memotivasi peserta, dan menyediakan umpan-balik tantang kemajuan pembelajaran, baik kepada WI maupun peserta. Oleh karena itu, teknik bertanya yang efektif sangat penting dikuasai oleh WI untuk mengontrol proses pembelajaran agar mencapai tujuan pembelajaran yang yang direncanakan. Teknik bertanya yang baik akan memunculkan banyak jawaban kreatif dan memunculkan pertanyaan lain yang luar biasa.
Urgensi Widyaiswara untuk Bertanya
Albert Einstein pernah berkata “one most important thing in this life is not to stop to questioning (salah satu hal terpenting dalam hidup adalah tidak berhenti bertanya)”. Sebagai WI, satu kata yang terlintas adalah mengajar. Apakah hubungan pernyataan Einstein dengan mengajar? Anatole France seakan akan hendak menjawab pertanyaan ini, “The whole art of teaching is only the art of awakening the natural curiosity of young minds for the purpose of satisfying it afterwards” (https://www.goodreads.com/author/show/48535). Mengajar adalah sebuah bentuk seni untuk merangsang keingintahuan peserta. Rasa ingin tahu itulah sesungguhnya yang akan membuat peserta selalu ditantang untuk berpikir. Semua harus penuh tanda tanya, karena dengan itulah kita akan selalu berpikir.
Mengapa kita harus berpikir? Menjawab pertanyaan ini, pasti kitapun pada akhirnya menjadi berpikir. Berpikir untuk mengetahui jawabannya. Jika tidak, maka kita kurang mempunyai rasa ingin tahu untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Tegasnya, kita enggan berpikir. Bagaimana dengan peserta kita? Tentunya kita tidak pernah menginginkan ke”enggan”an ini terjadi pada mereka. Oleh karena itu, aneh rasanya jika dalam proses pembelajaran ada WI yang meminta peserta duduk manis di bangkunya dan mendengarkan dengan baik ceramah WI dalam pembelajaran. Duduk manis memang membuat suasana kelas menjadi tenang, namun tak mampu menunjukkan ekspresi dan potensi super unik para peserta diklat. Lebih tragis lagi, jika terdapat WI yang tidak mengizinkan peserta bertanya. Bahkan menganggap tabu jika ada peserta diklat yang bertanya. Sesungguhnya, tak ada pertanyaan berarti tak belajar pula. Semua orang memiliki otak yang berpotensi untuk berpikir (As’ari, A. R. dkk. 2017) Optimalisasi otak melalui proses berpikir inilah yang seharusnya menjadi menu utama dalam setiap kegiatan pembelajaran kediklatan.
Mengapa WI harus bertanya? Berdasarkan pengantar di atas, meskipun hal-hal berikut ini belum lengkap, uraian berikut ini menjawab pertanyaan tersebut secara umum.
Fungsi utama sebuah pertanyaan adalah untuk mendapatkan informasi. Salah satu misalnya, di awal kegiatan pendahuluan pembelajaran, saat WI menyapa pesrta diklat, “ Apa kabar Bapak/Ibu hari ini?”
Kegiatan bertanya memungkinkan seorang WI untuk mengetahui kemampuan peserta diklatnya, hal ini berguna tidak hanya sebagai suatu bentuk perhatian dari apa yang sudah dikerjakan oleh peserta akan tetapi juga penting untuk memahami proses berpikir seorang peserta, misalnya “ Menarik sekali langkah-langkah penyelesaiannya, bisa diceritakan lagi bagaimana Bapak/Ibu mendapatkan kesimpulan jawaban seperti itu?”.
Pertanyaan dalam pembelajaran dapat digunakan untuk mengeksplorasi perasaan, pendapat, keyakinan, ide ataupun proses berpikir seorang peserta diklat.
Dalam suatu komunikasi, pertanyaan biasanya digunakan untuk mengklarifikasi sesuatu yang disampaikan oleh pembicara. Klarifikasi sangat penting untuk meminimalisir kesalahpahaman dalam sebuah proses pembelajaran.
Pertanyaan untuk menguji pengetahuan bisa berbentuk soal-soal tes maupun quis. Pertanyaan juga harus disusun dengan kata-kata sedemikian rupa untuk mendorong agar terjadi proses berpikir lebih lanjut. Ketika seorang peserta tidak mampu menyebutkan arti sebuah kosa kata baru, WI dapat merangkai pertanyaan yang bersifat membimbing.
Macam-macam Pertanyaan
Pengajuan pertanyaan sebagai salah satu alat yang digunakan dalam proses pembelajaran kediklatan akan membantu mencapai tujuan pembelajaran. Pertanyaan adalah alat pengajaran yang paling sering digunakan (Wassermann, 1991). Dalam pembelajaran, dapat dilakukan oleh seorang WI, peserta diklat atau keduanya. McCarthy, dkk (2016) menunjukkan bahwa bimbingan WI melalui analisis pertanyaan yang diajukan dan tanggapan yang didapatkan dari WI selama berlangsung dalam wacana English in context, dapat memungkinkan mengenali strategi tanya jawab yang efektif dan tidak efektif dalam wacana kelas English in context. Lebih lanjut, WI sebaiknya perlu menciptakan berbagai situasi di mana pertanyaan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan, dan mengenali situasi yang membutuhkan pembinaan keterampilan bertanya-tanya (Aizikovitsh-Udi & Star, 2011). Ada banyak macam pertanyaan yang dapat digunakan oleh WI dalam proses pembelajaran.
McCarthy, dkk (2016) mengklasifikasikan pertanyaan menjadi 4 kategori: (1) Probing dan follow up, jenis pertanyaan ini digunakan untuk menyelidiki lebih lanjut jawaban yang diberikan peserta. Jenis pertanyaan ini menggambarkan ada pertanyaan lanjutan yang diajukan oleh WI terhadap respon yang diberikan oleh peserta. Respon yang diberikan dapat menjadi alat baru bagi WI untuk melakukan follow up terhadap tujuan yang ada dalam pertanyaan. (2) Leading question, pertanyaan utama yang mengarahkan jawaban peserta melalui scaffolding. Jenis pertanyaan ini memberikan pertanyaan utama yang mampu membimbing dan mengarahkan peserta melalui bantuan scafollding untuk mencapai jawaban dari pertanyaan yang diberikan, (3) Cheklisting, WI memberikan pertanyaan dari satu pertanyaan ke pertanyaan berikutnya dengan sedikit memperhatikan tanggapan peserta; dan (4) Student spesific questioning, pertanyaan khusus yang diberikan oleh WI tentang sesuatu. Jenis pertanyaan ini lebih mengarahkan pada beberapa pertanyaan khusus yang diberikan oleh WI.
Pertanyaan reproduktif, konvergen, divergen, evaluatif, pengelolaan kelas dan retoris (Heinze & Erhard, 2006). Pertanyaan reproduktif adalah pertanyaan yang menanyakan tentang kemampuan konten yang dimiliki oleh peserta diklat. Pertanyaan yang berhubungan dengan konten materi dalam proses pembelajaran merupakan salah satu pengertian pertanyaan reproduktif. Pertanyaan konvergen dan divergen adalah pertanyaan yang membutuhkan proses berpikir oleh peserta. Dalam kasus pertanyaan konvergen WI terkadang meminta peserta untuk melakukan tanggapan (respons) khusus yang dalam banyak kasus dapat diperoleh dengan proses berpikir satu langkah (Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang Genre Based Approah ini?). Dengan satu pertanyaan ini, peserta diharapkan memberikan berbagai macam respon dari proses berpikir yang diperolehnya. Sebaliknya, pertanyaan divergen adalah pertanyaan terbuka yang memungkinkan memperoleh banyak tanggapan (respon) berbeda (Bagaimana kalau hasilnya seperti ini?). Selanjutnya, pertanyaan evaluatif yakni pertanyaan yang menanyakan aktivitas penalaran dalam proses pembalajaran (Apakah jawaban ini benar atau tidak? dan bagaimana alasannya). Dalam pertanyaan evaluatif ini ada proses mengevaluasi atau mengklarifikasi atas respon yang disampaikan oleh peserta. terkadang, pertanyaan ini digunakan oleh WI untuk mengecek kebenaran atas jawaban pertanyaan yang dimiliki oleh peserta. Pertanyaan mengenai manajemen kelas diajukan oleh WI untuk memverifikasi apakah peserta dapat mengikuti atau apakah peserta menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam proses pembelajaran. Sedangkan pertanyaan retoris adalah pertanyaan yang diberikan oleh WI akan tetapi dijawab oleh WI itu sendiri. Pertanyaan seperti ini tidak meminta tanggapan dari peserta dikarenakan langsung dijawab oleh WI.
Moyer dan Milewicz (2002) mengemukakan berbagai strategi yang dapat dilakukan kegiatan mengajukan pertanyaan: (1) Checklisting (daftar periksa), mengikuti pertanyaan sesuai rencana, WI memberikan satu pertanyaan ke pertanyaan lain dengan sedikit bantuan untuk jawaban peserta (tidak ada pertanyaan lanjutan). Pertanyaan jenis ini lebih memperhatikan list pertanyaan yang ada ketimbang dengan tanggapan peserta untuk menghasilkan pertanyaan lanjutan. Biasanya pertanyaan yang dihasilkan seringkali cepat, ditandai dengan kurangnya pertanyaan lanjutan, dan sering disertai dengan “tanda centang” secara verbal.
(2) lebih banyak mengajar daripada menilai, WI memberikan pertanyaan utama dengan tujuan untuk mengarahkan jawaban peserta dan berhenti mengajukan pertanyaan untuk mengajarkan konsep tanpa mendorong peserta untuk memberikan tanggapan. Pertanyaan-pertanyaan utama yang memberikan petunjuk tentang jawabannya, mencoba mengajarkan konsep dengan menjelaskan atau memberi tahu kepada peserta diklat.
(3) mengajukan pertanyaan dan memberikan tindak lanjut, WI menggunakan berbagai jenis pertanyaan untuk mengetahui lebih banyak tentang tanggapan peserta dan pertanyaan lain yang relevan, sehingga pada akhirnya peserta memberi respons dan masih terbuka untuk melakukan diskusi; jenis pertanyaan mencakup hanya mempertanyakan jawaban yang salah; pertanyaan tidak spesifik (saat WI menindaklanjuti jawaban peserta tapi dengan pertanyaan yang mengindikasikan kurangnya spesifisitas); dan pertanyaan yang kompeten, (saat WI mendengarkan jawaban WI dan menggunakannya untuk mengumpulkan informasi tentang cara penalaran peserta).
Dickson dan Hargie (2006) membagi jenis pertanyaan meliputi: pertanyaan terbuka, pertanyaan tertutup, pertanyaan utama, pertanyaan proses dan pertanyaan retorika. Pertanyaan terbuka memiliki kecenderungan tidak membatasi, membuat responden/peserta bebas untuk memilih salah satu dari sejumlah cara yang mungkin untuk dijawab, dan panjang lebar. Pertanyaan terbuka ini memberikan keleluasaan bagi peserta untuk menggunakan berbagai macam cara dalam memberikan respon. Pertanyaan tertutup sering kali dapat ditangani secara memadai dalam satu atau dua kata dengan jawaban itu, bahkan menjadi salah satu dari sejumlah pilihan terbatas yang disajikan dalam pertanyaan itu sendiri. Pertanyaan jenis ini sering meminta informasi dasar, terbatas, faktual, dan memiliki jawaban yang benar. Karakteristiknya dapat dijawab dengan respons singkat yang dipilih dari sejumlah opsi yang memungkinkan seperti halnya ya atau tidak. Pertanyaan tertutup memudahkan WI untuk mengendalikan pembicaraan, menjaga respon peserta diklat tetap pada jalur yang sempit untuk relevansi percakapan, dan seringkali memerlukan lebih sedikit keterampilan peserta. Pertanyaan terbuka akan memberi kesempatan kepada peserta diklat untuk berpikir dan sharing ide, sebab melalui pertanyaan terbuka akan memungkinkan adanya jawaban yang beragam. Sehingga kegiatan pembelajaan akan memfasilitasi peserta untuk terlibat secara aktif. Melalui kegiatan bertanya ini kemampuan komunikasi dari seorang WI sangat diperlukan mengingat pertanyaan yang disampaikan kepada peserta bisa saja diterima baik oleh peserta, dapat dimengerti maupun sebaliknya. Kegiatan bertanya dalam pembelajaran dapat muncul mulai dari kegiatan pembukaan sampai penutup.
Pertanyaan utama adalah pertanyaan yang dapat diasumsikan dengan potensi masalah. Hal ini dikarenakan pertanyaan jenis ini mengandung makna tersirat dan terkadang tidak jelas bagi peserta, perlu pemikiran khusus dalam menjawabnya. Beberapa jenis pertanyaan yang digunakan sebagai alat pengajaran dibedakan menjadi beberapa kategori (Tofade, Elsner, & Haines, 2013). Jenis pertanyaan yang ada dapat digunakan untuk menghasilkan proses pengetahuan tertentu. Pertanyaan tertutup, tidak memberikan banyak pilihan jawaban; menyatu pada satu atau beberapa daftar jawaban (cheklist); mendorong memberikan tanggapan yang ringkas. Pertanyaan terbuka, memberikan banyak tanggapan; memungkinkan adanya eksplorasi dalam beragam perspektif; mendorong adanya dialog. Jenis pertanyaan vocal yakni peserta harus memilih atau membenarkan suatu posisi. Jenis brainstorm sebagai pertanyaan yang menghasilkan banyak gagasan atau sudut pandang yang bertujuan. Jenis shotgun yakni pertanyaan yang mengandung beberapa area konten tertentu. Jenis pertanyaan funnel sebagai beberapa pertanyaan dimulai secara luas dan secara bertahap mengarah pada penyelidikan yang lebih terfokus.
Secara garis besar jenis pertanyaan adalah sebagai berikut:
Daftar Pustaka
As’ari, A. R., Zayyadi, M., Puspa, R. D., Purnawati, L. 2017. Bertanya dan Berpikir, Pengembangan High Order Thinking Skill. Pamekasan: Duta Media Publishing.
Aizikovitsh-Udi, E., & Star, J. 2011. The skill of asking good questions in mathematics teaching. In Procedia – Social and Behavioral Sciences. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.03.291.
Chikiwa, C., & Schäfer, M. 2018. Promoting Critical Thinking in Multilingual Mathematics Classes through Questioning. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 14(8). https://doi.org/10.29333/ejmste/91832
Dahal, N., Luitel, B. C., & Pant, B. P. 2019. Understanding the Use of Questioning by Mathematics Teachers: A revelation. International Journal of Innovation, 5(1), 118–146.
Dickson, D., & Hargie, O. 2006. The Handbook of Communication Skills. (O. Hargie, Ed.) (Third). Routledge. https://doi.org/10.1007/978-3-319-20185-6.
Heinze, A., & Erhard, M. 2006. How much time do students have to think about teacher questions? an investigation of the quick succession of teacher questions and student responses in the German mathematics classroom. ZDM – International Journal on Mathematics Education, 38(5), 388–398. https://doi.org/10.1007/BF02652800
McCarthy, P., Sithole, A., McCarthy, P., Cho, J., & Gyan, E. 2016. Teacher questioning strategies in mathematical classroom discourse : A case study of two grade eight teachers in Tennessee, USA. Journal of Education and Practice, 7(21), 80–89.
Tofade, T., Elsner, J.L., & Haines, S. 2013. Best Practice Strategies for Effective Use of Questions as a Teaching Tool. American Journal of Pharmaceutical Education, 77.
Mason, J. 2020. Questioning in Mathematics Education. In S. Lerman (Ed.), Encyclopedia of Mathematics Education (pp. 705–711). Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-030-15789-0_132
Moyer, P. S., & Milewicz, E. 2002. Learning to Question: Categories of Questioning Used by Preservice Teachers During Diagnostic Mathematics Interviews. Journal of Mathematics Teacher Education, 5(4), 293–315. https://doi.org/10.1023/A:1021251912775.
Wassermann, S 1991 Teaching Strategies: The Art of the Question, Childhood Education, 67:4, 257-259, doi: 10.1080/00094056.1991.10520806.