BDKSurabaya– Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Prof. Suyitno berkesempatan hadir di tengah peserta Pelatihan Metodologi Pembelajaran di Wilayah Kerja Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kediri, Kamis (9/2/2023).
“Dalam proses belajar, guru bukan hanya berperan sebagai penyalur ilmu pengetahuan melainkan juga bertanggung jawab terhadap pembentukan dan perkembangan kepribadian siswa” ujar Kaban mengawali arahannya.
“Oleh karena itu, guru harus memiliki modal kepribadian yang berkarakter” tambahnya.
Menurut Kaban, Kompetensi kepribadian berkarakter yang wajib dimiliki guru agar menjadi teladan bagi anak didiknya diantaranya adalah disiplin, rela berkorban, ikhlas, dan profesional.
Lebih lanjut disampaikannya, “Guru wajib moderat”
Moderasi beragama kini menjadi simbol perekat segala bentuk keragaman agama dan kepercayaan di Indonesia. “Menjadi hal penting menghadirkan sosok guru yang moderat sebelum menyampaikan dan mengimplementasikan nilai-nilai moderasi kepada peserta didik” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Kaban menyampaikan 4 indikator moderasi beragama yakni Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Anti Kekerasan, dan Penerimaan terhadap tradisi.
“Komitmen kebangsaan termasuk cinta tanah air menjadi hal mendasar yang harus dimiliki guru agar dapat menyampaikan nilai-nilai kebangsaan sesuai Pancasila” katanya.
Dalam hal toleransi, Kaban menyampaikan bahwa guru wajib menjadi agen moderasi beragama. “Selain mengimani agamanya sendiri, seseorang harus memahami bahwa ada agama yang berbeda tanpa harus menyeret ke arah perselisihan. Inilah yang kemudian kita ajarkan pada anak-anak kita” imbau Kaban.
Kaban melanjutkan, poin penting dalam moderasi beragama adalah tidak menggunakan perusakan dan kekerasan atas nama agama. “Tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kekerasan” ungkapnya.
Menurutnya, guru harus turut mengambil peran dalam menolak kekerasan. Jika ada isu kekerasan terutama yang menyangkut agama disebarkan melalui media sosial, tidak patut guru turut menyebarkan sebelum tahu kebenarannya.
Dalam menjelaskan indikator penerimaan terhadap tradisi, Kaban mengambil contoh kebiasaan hidup di Jawa yang berbeda dengan kebiasaan masyarakat yang tinggal di Bali atau Maluku. Adat kebiasaan yang berbeda itu bukan masalah, justru menjadi ciri khas yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.
“Guru menjadi salah satu komponen penguat bangsa. Sosok guru, terutama guru pendidikan agama harus mampu membuat siswa menyadari kebhinekaan Indonesia. Yang harus kita tanamkan pada pemahaman siswa, jangan sampai keragaman ini menjadi sebab terpecahnya bangsa” ujar Kaban menutup arahannya.
Hal ini diamini oleh 40 guru Madrasah Tsanawiyah yang hadir dalam pelatihan tersebut. (WT)