“Ekoteologi merupakan perpaduan antara pendekatan-pendekatan agama dengan isu-isu lingkungan, atau dengan bahasa lain, bagaimana kita menyelesaikan permasalahan-permasalahan lingkungan dengan pendekatan agama,” ujar Dr. Sholehuddin, S.Ag., M.Pd.I., Widyaiswara BDK Surabaya, saat menjadi pembina apel pagi di Balai Diklat Keagamaan (BDK) Surabaya, Senin (28/4/2025).
Menurutnya, penerapan ekoteologi sangat penting karena agama sejatinya mengajarkan umatnya untuk menghargai dan merawat bumi. “Sayangilah apa yang ada di muka bumi ini, maka kasih sayang Allah akan tercurah kepada kita,” tutur Dr. Sholehuddin.
Konsep ekoteologi mengajak kita untuk tidak hanya menjaga hubungan dengan Tuhan, tetapi juga menjaga kelestarian bumi sebagai bagian dari tanggung jawab iman. Dalam menghadapi krisis lingkungan global yang semakin parah, kita harus menyadari bahwa kerusakan lingkungan bukan hanya masalah alam, tetapi juga masalah moral dan sosial. Sebagai umat beragama, kita harus memiliki kesadaran untuk menjaga alam sebagai bagian dari tanggung jawab kita terhadap ciptaan Tuhan.
Sejalan dengan pentingnya isu ini, Kementerian Agama RI juga telah mengeluarkan kebijakan baru yang mendorong penerapan prinsip-prinsip ekoteologi di lingkungan kerja kementerian dan satuan kerja di seluruh Indonesia. Kebijakan ini menekankan integrasi nilai-nilai keagamaan dalam upaya pelestarian lingkungan, termasuk anjuran untuk melakukan penanaman pohon, pengelolaan sampah berbasis lingkungan, serta penggunaan sumber daya secara bijaksana di setiap instansi Kemenag.
Ekoteologi memberikan dasar bagi umat beragama untuk aktif terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan. “Ekoteologi bukan sekadar teori, tetapi tindakan nyata yang harus dimulai dari hal-hal kecil, seperti mengurangi penggunaan barang-barang konsumtif, beralih ke pola hidup hemat, serta ramah lingkungan. Jika setiap individu berkomitmen untuk bertindak, dampaknya akan terasa tidak hanya di level pribadi, tetapi juga di masyarakat dan bahkan global,” tambahnya.
Sebagai contoh nyata, ia mengapresiasi langkah Kepala BDK Surabaya yang menanam pohon matoa di area kantor, yang mencerminkan implementasi nyata dari konsep ekoteologi dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut, Dr. Sholehuddin berharap penerapan ekoteologi di lingkungan kerja BDK Surabaya dapat membawa dampak positif yang lebih luas, bukan hanya di tingkat instansi, tetapi juga di masyarakat, menciptakan budaya peduli lingkungan yang lebih kuat di kalangan umat beragama. (d)